Bahas Regulasi Deforestasi UE, Misi Gabungan Indonesia dan Malaysia Akan Kunjungi Brussel
Misi Gabungan Indonesia-Malaysia akan terbang ke Brussel akhir Mei ini membahas regulasi deforestasi Uni Eropa yang dinilai merugikan kedua negara.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Misi Gabungan Indonesia-Malaysia akan terbang ke Brussel akhir Mei ini membahas regulasi deforestasi Uni Eropa (EU) yang dinilai merugikan kedua negara.
Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI), Retno Marsudi pada konferensi pers terkait pertemuan bilateral dengan Menlu Luksemburg, Jean Asselborn di Kantor Kemlu, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Retno juga menyebutkan keprihatinan Indonesia terhadap kebijakan baru UE, yaitu regulasi deforestasi UE.
Pembahasan ini juga disampaikan Retno dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon, kemarin, Rabu (24/5/2023).
Kedua Menlu juga memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya menyelesaikan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia- Uni Eropa (UE) sesegera mungkin.
Menurutnya upaya dan membangun kepercayaan diperlukan bagi Indonesia dan UE untuk mencapai garis akhir negosiasi.
"Misi Gabungan Indonesia dan Malaysia akan berkunjung ke Brussel akhir Mei ini untuk membahas situasi ini," ujarnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat menyinggung soal diskriminasi yang dilakukan terhadap komoditas unggulan negara berkembang.
Masalah kesetaraan ini menjadi penekanan Presiden saat memberikan pidato di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 pada pertemuan Sesi 6 membahas tema: “Working together to address multiple crisis”, yang berlangsung di Hiroshima, Jepang, Sabtu (21/5/2023).
Baca juga: Uni Eropa Setuju UU Pelarangan Impor Barang Hasil Deforestasi
Sebagai informasi, EU Deforestation Regulation disahkan pada 6 Desember 2022.
Ketentuan ini akan mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan, dimana hasil olahan sawit menjadi salah satunya.
Retno mengatakan, pada KTT G7 Presiden juga menekankan bahwa kebijakan monopoli dan diskriminasi terhadap komoditas negara berkembang harus dihentikan.
Baca juga: Petani Sawit Tolak Regulasi Deforestasi Uni Eropa, Ajukan Aspirasi Ini ke Pemerintah
Ia berujar setiap negara memiliki hak pembangunan (right to development), dan hak untuk mengolah sumber daya alam untuk menghasilkan nilai tambah juga harus dihormati.
"Presiden mengatakan sudah bukan zamannya lagi negara berkembang hanya menjadi pengekspor bahan mentah seperti di era kolonialisme," kata Retno.
Baca juga: Indonesia Terima Rp303 M Pembayaran Pertama Pengurangan Emisi Deforestasi dan Degradasi Hutan Kaltim
Lebih dari 270 juta rakyat Indonesia yang menjadi jangkar perdamaian, demokrasi, dan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Pasifik harus sejahtera.
Retno menegaskan bahwa hal ini bukan berarti Indonesia menutup diri, melainkan Indonesia siap meningkatkan kerja sama namun dalam bentuk lain yang lebih setara dan saling menguntungkan.