Ini Alasan Pemerintah Belum Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng Sebesar Rp800 Miliar
54 pengusaha menyebut utang Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 812.720.437.223.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengakui, pemerintah belum membayar utang Rafaksi Minyak goreng kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Pasalnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) hingga saat ini belum menyampaikan hasil verifikasi dari verifikator yaitu PT Sucofindo kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Saat ini BPDPKS belum melakukan pembayaran. Dikarenakan Kemendag selaku lembaga yang melakukan verifikasi, belum menyampaikan hasil verifikasi yang telah dilakukan Sucofindo pada BDPKS," kata Zulhas dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Baca juga: Mendag Akui Ada Perbedaan Nilai Utang Rafaksi Minyak Goreng
Zulhas berujar, Kemendag mengaku hati-hati terkait pembayaran utang rafaksi tersebut. Terlebih ada perbedaan nilai rafaksi utang dari hasil verifikasi Sucofindo dengan jumlah yang diajukan.
Bahkan, Zulhas mengaku, pihaknya telah meminta auditor negara dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelaraskan jumlah utang rafaksi minyak goreng yang harus dibayar pemerintah.
"Sekali lagi kami tadi berkirim surat auditor negara apakah BPK atau BPKP agar selisih harga tuh yang benar tuh yang mana, yang mau dibayar tuh yang mana, surat kami, karena yang bayar juga bukan kita, tapi BPDPKS," tegas dia.
"Ini sudah di audit ada yang Rp 350 miliar, pertama saya dapat laporan Rp 350 miliar. Terakhir dapat laporan Rp 800 miliar. Nah ini kan hati-hati," sambungnya.
Sebelumnya, Zulkifli Hasan menyatakan, ada perbedaan nilai utang rafaksi minyak goreng yang harus dibayar oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Menurut Zulhas, PT Sucofindo sendiri sebagai verifikator yang ditunjuk oleh Kemendag telah merilis hasil verifikasi selisih harga minyak goreng sebesar Rp 747.808.176.038.
Nilai tersebut justru berbeda dari total jumlah yang diajukan oleh 54 pengusaha kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 812.720.437.223.
"Jumlah terverifikasi kalau Sucofindo mengatakan 474.808.176.039 atau 58,43 persen dari total nilai," kata Zulhas.
Zulhas menyampaikan, perbedaan jumlah tersebut berasal dari klaim penyaluran yang tidak dilengkapi dengan bukti dari penjual sampai ke pengecer.
"Biaya distribusi dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini serta penyalur Rafaksi yang lebih tanggal 31 Januari 2022," jelasnya.
Selain itu, Zulhas berujar, pihaknya telah meminta auditor negara dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mencocokan terkait perbedaan nilai rafaksi minyak goreng itu.
"Kita minta auditor negara ngecek betul. Ada yang bilang Rp 300 miliar, ada yang bilang Rp 400 miliar, ada yang bilang Rp 800 miliar, mana yang benar. Kalau sudah bayar itu Pak, waduh panjang itu ceritanya, nanti dipanggil kan Mendag kan," bebernya.