Induk Usaha Vale Indonesia Berencana Divestasi Saham, Bagaimana Program Hilirisasi Mineral?
Divestasi saham ke pihak lain dapat membuat strategi bisnis berubah dan berdampak pada perusahaan di masa depan.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Induk usaha PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Vale S.A berencana menjual atau divestasi sahamnya, terutama pada unit penambangan logam dasar.
Dalam aksi korporasi ini, Vale dikabarkan telah dapat penawaran dari berbagai investor dari luar negeri.
Mengutip laporan Bloomberg, Senin (26/6), Public Investment Fund (PIF) asal Arab Saudi telah memasukan penawaran senilai US$2,5 miliar atau setara Rp37,4 triliun untuk mengakuisisi 10 persen saham Vale untuk unit logam dasarnya.
Baca juga: DPR Ingin MIND ID Jadi Pemegang Saham Pengendali Vale Indonesia Lewat Divestasi
Sumber Bloomberg menyebut, PIF dalam melakukan kesepakatan dengan Vale melalui usaha patungan yang didirikan pada Januari lalu bersama perusahaan tambang milik negara, Maaden. JV.
Mungkin diperlukan setidaknya beberapa minggu untuk menyelesaikan kesepakatan formal, kata sumber tersebut. Selain PIF, penawaran juga disebut datang dari Mitsui & Co dan Qatar Investment Authority.
Melalui divestasi ini Vale akan berbagi kepemilikan dalam pemegang saham akhir (beneficiary owner) dari berbagai anak usaha tambang di berbagai negara, termasuk Brasil, Kanada dan Indonesia.
Bagi calon investor, akuisisi saham Vale bertujuan untuk mengamankan pasokan logam dasar, termasuk Nikel dalam keperluan baterai mobil listrik.
Sebagai pemegang saham mereka bisa meminta kepada manajemen untuk mendapatkan prioritas dalam penjualan hasil tambang.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan jika Vale Canada yang menjadi bagian dari Vale Global diakuisisi oleh Arab Saudi maka saham pengendali akan berpindah tangan. Akibatnya arah strategi bisnis bisa berubah dan berdampak pada perusahaan di masa depan.
“Arah strategi perusahaan misalnya terkait hilirisasi juga berisiko berubah. Maka dari itu penting agar divestasi Vale bisa 51% dimiliki pemerintah Indonesia,” kata Bhima dikutip dari Kontan, Senin (26/6/2023).
Melihat kondisi tersebut, Bhima menilai pemerintah melalui holding pertambangan, harus menjadi pemegang saham pengendali dari Vale Indonesia.
Dengan begitu pemerintah bisa memastikan hilirisasi mineral bisa berjalan, dan bahan baku nikel untuk ekosistem kendaraan listrik terjamin.
Vale Indonesia dahulu bernama PT International Nickel Indonesia Tbk, yang dimiliki oleh perusahaan tambang terbesar Kanada bernama Inco Limited.
Pada 2006, Inco diakuisisi Vale Brasil dan mengakibatkan perubahan kepemilikan terhadap seluruh aset, termasuk Vale Indonesia yang berada di Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, berbagai pihak mendesak agar pemerintah mengakuisisi Vale Indonesia seiring dengan selesainya izin kontrak karya pada 2025 mendatang.
Bila ingin mendapatkan izin baru yang bernama Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Vale Indonesia harus melakukan divestasi minimal 51% kepada pihak Indonesia. Hal ini sesuai amanat dari UU Nomor 3/2020 tentang Minerba.
Komisi VII DPR misalnya mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham INCO agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan konsolidasi finansial.
“Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham Vale Indonesia agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan financial consolidation sebagai bentuk penguasaan negara melalui BUMN,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman saat membacakan kesimpulan Rapat Kerja Komisi VII DPR, Selasa (13/6). (Dina Hutauruk/Kontan)