Pagi Ini Nilai Tukar Rupiah Melemah Tembus Level Rp15.000 per Dolar AS
Laju rupiah pagi ini bergerak dengan rentang pergerakan di kisaran Rp 14.984 per dolar AS sampai Rp 15.024 per dolar AS.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pagi ini bergerak melemah.
Berdasarkan data Yahoo Finance pada, Jumat (21/7/2023), nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis ke Rp 14.988 per dolar AS.
Hingga sekira pukul 10.05, pergerakan mata uang Garuda bergerak semakin terpeleset hingga masuk ke Rp 15.024 per dolar AS, turun 39 poin atau 0,26 persen persen dibanding kemarin di Rp 14.985 per dolar AS.
Baca juga: Sikap The Fed Pertahankan Suku Bunga Tinggi Bikin Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp15.000 per Dolar AS
Laju rupiah pagi ini bergerak dengan rentang pergerakan di kisaran Rp 14.984 per dolar AS sampai Rp 15.024 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah bergerak tembus level Rp 15.000 per dolar AS, yakni di Rp 15.024 per dolar AS atau melemah 0,26 persen.
Sementara, rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia pada level Rp 14.991 per dolar AS.
Sebelumnya, analis pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah dapat lanjutkan penguatan hingga Rp 14.960.
"Untuk Jumat, mata uang rupiah fluktuatif. Namun ditutup menguat di rentang Rp 14.960 per dolar AS hingga Rp 15.030 per dolar AS," ujar dia melalui risetnya, Jumat (21/7/2023).
Dia menjelaskan, sentimen eksternal yang memengaruhi rupiah adalah dolar AS tetap lemah, tetapi pedagang telah mulai mengkuadratkan posisi menjelang pertemuan Federal Reserve atau Bank Sentral AS pekan depan.
"Dengan bank sentral secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin," katanya.
Fokus sebagian besar, lanjut Ibrahim, tetap pada apakah Fed akan memberi sinyal jeda yang diperpanjang dalam siklus kenaikan suku bunga.
"Mengingat pelemahan inflasi AS baru-baru ini," tutur dia.
Sementara itu, sentimen internal yang memengaruhi rupiah, yakni didasarkan Jerman yang tengah menghadapi serangkaian ujian berat.
Inflasi tinggi menyeret Jerman ke dalam resesi pada kuartal I 2023, begitu pula Singapura yang terancam masuk ke jurang resesi, sehingga hal ini menunjukan bahwa resesi global masih akan berlangsung.
Namun, resesi ini tidak akan merembet ke Indonesia, meski memiliki hubungan perdagangan dengan kedua negara tersebut.
Karena Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih bergantung kepada permintaan domestik bukan ke ekspor atau perdagangan luar negeri.
Walaupun permintaan terhadap produk-produk Indonesia di Jerman dan Singapura berpotensi menurun, tapi kontribusi ekspor terhadap ekonomi indonesia tidak besar hanya di kisaran 10 persen hingga 15 persen.
Hal tersebut bisa terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan berjalan normal di kisaran 5 persen dibanding periode tahun sebelumnya sebesar 5,3 persen.
Selain itu, memperhitungkan tren pra-pemilu yang akan terlihat di paruh kedua lebih lambat dari tahun 2023, serta dampak resesi global hanya akan memberikan pengaruh minor kepada ekonomi di tanah air.
Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh aktivitas domestik yang menguat selepas pencabutan pembatasan mobilitas (PPKM) oleh pemerintah sejak akhir tahun 2022.
"Apalagi periode 2023, ekonomi Indonesia akan tetap menggeliat terlihat dari konsumsi masyarakat yang terus meningkat apalagi kegiatan kampanye pemilu 2024 akan segera berlangsung," pungkas Ibrahim.