Keputusan Rusia dan Arab Saudi Kurangi Pasokan Bikin Harga Minyak Dunia Meroket
Minyak mentah berjangka Brent naik 39 sen, atau 0,4 persen, menjadi 94,32 dolar AS per barel.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Harga minyak mentah dunia naik di awal perdagangan, Senin (18/9/2023) setelah Rusia dan Arab Saudi memperpanjang pengurangan pasokan serta didorong oleh optimisme pemulihan permintaan di China sebagai importir minyak mentah utama dunia.
Minyak mentah berjangka Brent naik 39 sen, atau 0,4 persen, menjadi 94,32 dolar AS per barel, sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 53 sen, atau 0,6 persen menjadi 91,30 dolar AS per barel.
“Kebijakan stimulus China, data ekonomi AS yang tangguh, dan penurunan produksi OPEC Plus yang sedang berlangsung adalah faktor-faktor bullish yang mendukung pergerakan positif pasar minyak,” ujar Tina Teng, analis CMC Markets.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak Jadi 92 Dolar Per Barel, Imbas Banjir di Libya
Arab Saudi dan Rusia telah sepakat memperpanjang pengurangan pasokan hingga akhir tahun ini sebagai bagian dari rencana kelompok OPEC Plus, dan seiring dengan peningkatan produksi kilang China, yang didorong oleh margin ekspor yang kuat.
Hal itu lantas membuat Brent dan WTI naik selama tiga pekan berturut-turut hingga menyentuh level tertinggi sejak November 2022 dan berada di jalur kenaikan kuartalan terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada kuartal I (Januari-Maret) tahun lalu.
Sementara analis di ANZ Bank mengatakan pemangkasan produksi minyak oleh Saudi dan Rusia dapat mendorong pasar ke dalam defisit 2 juta barel per hari (bpd) pada kuartal IV (Oktober-Desember) 2023, dan penurunan persediaan berikutnya dapat membuat pasar terkena lonjakan harga lebih lanjut.
“Pertumbuhan permintaan minyak global berada di jalur yang tepat untuk mencapai 2,1 juta barel per hari. Itu sejalan dengan perkiraan Badan Energi Internasional dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC),” kata analis itu.