Lonjakan Harga Beras Bisa Jadi ‘Bom Waktu’ Bisa Meledak Sewaktu-waktu
Harga beras lainnya hanya akan sedikit mengalami penurunan meski sudah ada gelontoran beras SPHP ke pasar.
Editor: Hendra Gunawan
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengutarakan adanya potensi penurunan harga beras di PIBC usai penggelontoran beras SPHP.
Hal itu karena harga beras yang dijual di PIBC tidak lebih Rp 10.385 per kilogram.
“Dengan ini, hari ini atau besok sudah mulai keliatan penurunan harga beras di Cipinang,” ujar Arief dalam keterangan tertulis.
Adapun 2.000 ton beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) telah digelontorkan ke gudang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
“Hari ini kita pastikan beras SPHP dari Perum Bulog 500 ton masuk ke Gudang Food Station, kemudian 1.500 ton sampai sore ini juga akan masuk ke Gudang Food Station, jadi hari ini akan terdistribusikan hingga 2.000 ton,” kata Arief.
Sebelumnya pada 13 September 2023, pemerintah juga menyalurkan beras SPHP ke PIBC. Untuk tahap awal, Bulog mengirimkan total 4.500 ton ke PIBC. Detailnya, 1.500 ton ke 50 pedagang terverifikasi dan sebanyak 3.000 ton dikirim ke gudang Food Station di PIBC.
“Kita meyakini dengan adanya mekanisme penyaluran seperti ini akan mempengaruhi harga beras, terutama beras jenis medium,” ujar Arief.
Pedagang tingkat eceran dan pasar turunan bisa memperoleh beras dengan harga paling tinggi Rp10.385 per Kg.
Sedangkan masyarakat bisa mendapatkan beras SPHP di harga eceran tertinggi sebesar Rp10.900 per Kg.
Adapun saat ini, mengutip panel harga Badan Pangan Nasional(Bapanas), harga rata-rata beras nasional di tingkat konsumen tengah mengalami kenaikan. Beras premium naik 0,21 persen menjadi Rp14.560 per kg. Beras medium naik 0,23 persen menjadi Rp12.930 per kg.
Pemerintah Waspada
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika memberi peringatan kepada pemerintah perihal kenaikan harga beras. Ia meminta pemerintah tidak abai dan serius menangani hal ini, jangan sampai kasus kelangkaan minyak goreng pada tahun 2022 terjadi lagi.
Yeka menyebut kasus kelangkaan minyak goreng yang lalu diawali oleh kekeliruan dalam menentukan akar permasalahan. Seharusnya, saat itu pada tahun 2020 pemerintah sudah melakukan mitigasi. Sayangnya, mereka abai.
Ketika tekanan publik sudah tinggi diikuti dengan harga yang telah naik, pemerintah akhirnya panik.
“Kalau pemerintah panik ya kasusnya yang terjadi di minyak goreng itulah yang akan kita alami (di beras),” kata Yeka.