Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

UMKM dan Kreator Lokal Tolak Wacana Larangan Social Commerce

Sebagian pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan kreator lokal menolak wacana pemisahan fungsi media sosial dan e-commerce di Indonesia.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in UMKM dan Kreator Lokal Tolak Wacana Larangan Social Commerce
Forbes
Opini netizen terbelah menanggapi wacana penghapusan aplikasi social commerce Tiktok Shop oleh pemerintah karena disinyalir melakukan praktik monopoli bisnis dengan menjalankan dua platform bisnis sekaligus, e-commerce dan media sosial. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan kreator lokal menolak wacana pemisahan fungsi media sosial dan e-commerce di Indonesia.

Alasannya, penghasilan mereka selama ini bergantung dari aktivitas mereka di social commerce.

Baca juga: Netizen Terbelah Tanggapi Wacana Penutupan Aplikasi Tiktok Shop karena Praktikkan Social Commerce

Salah satu UMKM lokal yang mengungkapkan kekecewaannya terhadap wacana pelarangan platform social commerce oleh pemerintah tersebut adalah pasangan suami-istri pemilik brand lokal Floral. id di Bogor, Resya Mawaranti dan Dino Angga Ramadani.

Mereka berpendapat, pemerintah seharusnya mendukung dan memberikan edukasi cara memaksimalkan social commerce untuk platform jualan, bukan mengubah regulasi yang tidak perlu.

"Sejak pandemi, saya bergabung ke TikTok Shop karena sering mendengar imbauan pemerintah yang mengatakan ‘jika UMKM mau naik kelas maka harus menguasai digitalisasi'. Makanya, ketika TikTok Shop tidak boleh dijadikan platform jualan, itu saya sebut sebuah kemunduran," ujar Dino yang mengaku  membangun bisnisnya dengan sang istri sejak masih pacaran di kampus.

Usaha yang mereka kelola pada 2017 itu awalnya tidak memproduksi barang sendiri dimulai dari bisnis reseller busana. Saat terjadi pandemi Dino dan Resya menemukan ide memproduksi masker sendiri yang memang dibutuhkan banyak orang saat itu.

Baca juga: Respons Jokowi soal TikTok Shop: Seharusnya Menjadi Media Sosial Bukan Media Ekonomi

BERITA REKOMENDASI

Masker yang mereka jual sangat terjangkau, sehingga permintaannya cukup tinggi dan mereka juga memiliki reseller, yang sebagian besar merupakan orang-orang yang terdampak oleh pandemi, seperti karyawan yang di-PHK, sehingga sangat membutuhkan bantuan dalam mencari penghasilan.

Mereka mengawali bisnis online dengan berjualan di Instagram dan WhatsApp. Namun, kata Resya, kecenderungan konsumen untuk batal membeli sangat besar karena harus berpindah-pindah aplikasi.

Kemudian mereka bergabung ke TikTok Shop dan membawa penjualan mereka sempat tembus hingga
1 juta produk di social commerce tersebut.

Sampai saat ini, para reseller masker Floral tetap setia meskipun mereka kembali ke bisnis fashion setelah pandemi. Saat ini, Floral memiliki sekitar 800 reseller yang tersebar di seluruh Indonesia, yang membuat Floral semakin dikenal oleh masyarakat, terutama generasi muda.

Dari hanya 35 karyawan, mereka kini mempekerjakan 165 karyawan yang semuanya adalah warga Jasinga, Bogor dan sekitarnya.


Selain diberdayakan untuk menjahit dan membuat produk fashion, mereka juga diajarkan supaya mandiri dengan berjualan melalui social commerce.

Hendri, seorang kreator lokal di social commerce mengatakan bahwa social commerce merupakan platform digital favorit bagi kreator dan pebisnis kecil seperti dirinya.

Menurut dia, penggabungan media sosial dan alat jualan membuat proses transaksi lebih mudah dan cepat alih-alih harus terpisah aplikasi.

"Saya awalnya hanya scroll-scroll TikTok saja seperti pengguna kebanyakan. Namun ketika saya bikin konten terkait ibu dan bayi, kok ya trafiknya langsung meningkat. Saya kemudian coba-coba gabung 'keranjang kuning' dan jualan perlengkapan ibu dan bayi," ujarnya.

"Saya kasih tips bagaimana caranya pakai gendongan, dan lain-lain. Dari awalnya sekali live dapat ratusan ribu, saat ini setiap bulannya saya bisa menghasilkan 1 sampai 2 miliar," ujar kreator asal Bandung
yang bernama lengkap Hendri Alejandro.

Menurut Hendri, TikTok tidak sekedar memberikan platform gratis untuk berjualan, tapi kadang juga memberikan promo seperti gratis ongkir. Yang membuatnya lebih tertarik lagi, TikTok dengan sigap menghadirkan pendamping yang membantunya mengembangkan akunnya menjadi lebih besar lagi.

Pada April 2022 dia mengaku dihubungi TikTok Creator Manager yang membantu dia dalam mengelola

akun supaya lebih berkembang.

"Intinya sih konsisten, jangan mudah menyerah. Dari situ akan terlihat hasilnya. Saya butuh sekitar 2 sampai 3 bulan untuk bisa booming di TikTok dan menghasilkan uang," kata Hendri.

Kreator lokal lainnya, seorang ibu rumah tangga bernama Indah Putri, sempat menitikkan air mata ketika menceritakan kesulitan hidupnya sebelum akhirnya sukses meraih penghasilan dari social commerce.

"Dulu nafkah keluarga kami hanya dari suami yang bekerja sebagai ojol. Saya awalnya hanya iseng posting konten di TikTok, tidak mengerti cara mengedit video dan jualan. Namun saya belajar terus dan konsisten posting video."

"Dari situ, follower bertambah dan pendapatan semakin meningkat hingga mencapai Rp1 miliar per bulan. Semua saya lakukan sendirian hingga saat ini," kata Indah yang telah dikaruniai dua orang anak.

Karena telah menggantungkan hidupnya di social commerce, Indah pun merasa khawatir saat
ada pemberitaan terkait pemisahan media sosial dan e-commerce. Kata dia, semua konsumennya di social commerce rata-rata adalah ibu-ibu rumah tangga yang tertarik membeli peralatan rumah tangga dari akunnya. Mereka tidak semua mengerti teknologi dan aplikasi.

Malah kadang ada yang meminta bantuannya untuk melakukan check-out barang.

"Ibu-ibu yang beli barang di TikTok Shop rata-rata tertarik karena bisa melihat barangnya secara langsung. Bukan cuma gambar. Kami sebagai kreator juga memperlihatkan secara jelas apa
kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut," tuturnya.

Di sinilah kemudian mereka yang tadinya iseng scroll di TikTok, nemu akun kami, melihat video kami saat promosi produk, kemudian membeli, langsung membayar dan kirim. Barang pun besoknya langsung datang.

"Tidak semua platform bisa seperti ini," jelas Indah.

Ditambahkan Dino, ini juga salah satu alasan mengapa dia menyebut jika wacana pemisahan ini sebagai sebuah kemunduran. Semua orang, tak terkecuali UMKM lokal, menurutnya harus bisa beradaptasi dengan inovasi untuk bisa bertahan di tengah gempuran digitalisasi.

"Seharusnya semua platform digital bisa membuat inovasi dan fitur yang nyaman seperti yang ada di TikTok Shop sehingga kami, para UMKM lokal, melihat dengan booming nya social commerce akan lebih banyak perkembangan dari layanan dan produk teknologi yang akan memberikan peluang bisnis lebih besar," ujar Dino.

"Namun, rasanya dengan adanya peraturan yang baru menutup kemungkinan tersebut," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas