Menteri Teten: Predatory Pricing di Online Merupakan Persaingan Bisnis yang Kotor
Praktik predatory pricing melanggar Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2012.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Di antaranya, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Ia mecontohkan, dalam hal kebijakan investasi akan menjadi urusan BKPM.
Kemudian soal kebijakan perdagangan menjadi ranah Kementerian Perdagangan. Misalnya akan mencari jawaban kenapa pasar domestik diserbu produk murah.
Sedangkan jika Kementerian Koperasi dan UKM akan berurusan melindungi UMKM, terutama di sektor produksi, agar bisa tetap hidup.
Ia kemudian menegaskan bahwa satgas ini untuk menguak alasan mengapa potensi ekonomi digital yang besar masih dikuasai oleh asing.
Baca juga: TikTok Dilarang Jualan di Indonesia, Berikut Daftar Negara yang Turut Menolak
Teten mencontohkan bagaimana ekonomi digital RI di sektor keuangan, sudah dikuasai oleh domestik hingga 96 persen.
Menurut dia, itu berarti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) telah mengatur dengan benar.
Namun, berbeda dengan sektor di e-commerce yang 56 persen masih dikuasai oleh asing.
"Nah berarti kita harus lihat apa saja masalahnya. Apakah memang di kebijakan investasi, di kebijakan perdagangan, termasuk juga tadi apakah transformasi digitalnya lebih di hilir atau di hulu," ujar Teten.
Hasil rekomendasi dari satgas ini, kata Teten, bisa berupa Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), atau mungkin bisa saja setiap kementerian mengeluar Keputuan Menteri (Kepmen).
"Seperti di sektor keuangan di digital finance itu kan hanya perlu kebijakan BI, kebijakan kementerian keuangan doang cukup," kata Teten.