Pekan Depan Rupiah Diprediksi Tembus Rp16.000 per Dolar AS, Bagaimana Dampak ke Kantong Orang RI?
Rupiah yang melemah akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga, salah satunya harga komoditas.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan pekan depan diprediksi menembus level Rp16.000 per dolar AS.
Pelemahan rupiah ini imbas kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed) dan perang antara Palestina-Israel dapat berlangsung lama.
Tercatat, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada level harga Rp 15.856 per dolar AS di perdagangan Jumat (20/10/2023).
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Makin Tersungkur Dekati Level Rp16.000 per Dolar AS, Jadi Terlemah di Asia
Kondisi tersebut, membuat rupiah Jisdor terkoreksi 0,93 persen dalam sepekan dan secara harian mengalami koreksi sekitar 0,11 persen.
Pelemahan rupiah Jisdor BI sejalan dengan rupiah spot yang ditutup pada harga Rp 15.873 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot telah melemah 1,21 persen dan melemah 0,36% secara harian di hadapan dolar AS.
Dampak Pelemahan Rupiah
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, memasuki tahun politik, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara lain di kawasan Asia dan global.
Namun, Ibrahimi menyebut pelemahan mata uang rupiah yang terus menerus akan berdampak ke pengeluaran biaya hidup.
"Rupiah yang melemah akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga, salah satunya harga komoditas dan akan berpengaruh terhadap menurunnya daya beli. Sehingga konsusmi Masyarakat akan menurun," ujar Ibrahim.
Hal senada juga di sampaikan, Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Ia menyebut menguatnya mata uang dolar AS membuat barang impor menjadi lebih mahal, khususnya komoditas pangan.
"Contohnya beras, meskipun ada negara yang siap jual ke Indonesia tapi biaya impor berasnya dipengaruhi dolar AS sehingga beras impor harganya naik," kata Bhima.
Selain beras impor, bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri bisa naik karena bahan bakunya masih impor.
Menurut Bhima, pilihan pemerintah apakah alokasi subsidi energinya naik atau diteruskan ke masyarakat membayar BBM lebih tinggi.
"Inflasi menjadi ancaman serius bagi daya beli domestik," ujarnya.
Penyebab Pelemahan Rupiah
Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra mengungkapkan, pelemahan rupiah terdampak sentimen ekspektasi suku bunga The Fed, yang kini masih berada di level tinggi dan belum akan segera berakhir.