Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Merger Operator Telekomunikasi Terganjal Gengsi
Menurut mereka, urusan merger merupakan domain pemegang saham, Kelompok Axiata Malaysia dan Kelompok Sinar Mas, buka urusan manajemen.
Editor: Hendra Gunawan
Pelanggan XL Axiata 58 juta, Smartfren 34 juta, XL punya BTS 170.000 lebih, Smartfren 43.000, capex XL tahun ini Rp 8 triliun, Smarfren Rp 3 triliun. Pendapatan XL pada semester 1 tahun ini Rp 15,76 triliun laba Rp 650 miliar, Smartfren Rp 2,79 triliun, rugi Rp 163,23 miliar.
Tampaknya terlalu besar bagi Smartfren untuk menombok agar bisa mengimbangi XL dan menjadi mayoritas, walau kekayaan Kelompok Sinar Mas boleh dikata tidak bisa dihitung saking banyaknya. Akhirnya, ini tampaknya menjadi lebih ke soal gengsi.
Jumlah spektrum frekuensi keduanya jika digabung – tanpa pemerintah tega ambil sebagiannya seperti akusisi XL Axiata ke Axis atau merger IOH – selebar 56 MHz di FDD (frequency division duplexing) X 2 = 112 MHz dan 40 MHz di TDD (time division duplexing). Bandingkan dengan IOH yang punya 135 MHz FDD saja, Telkomsel 145 MHz FDD dan 50 MHz TDD.
Mestinya Menkominfo tidak hanya “memaksa” XL Axiata dan Smartfren merger. Kenapa tidak keduanya disuruh merger dengan IOH atau Telkomsel, sehingga industri jauh lebih efisien dan kompetitif dengan 2 operator?
Merger efisien mengurangi jumlah pelanggan seluler. Saat ini dengan jumlah penduduk sebanyak 287 juta, ada 346,7 juta kartu SIM aktif, atau seorang rata-rata punya 1,2 kartu SIM dari operator yang berbeda.
Jumlah kartu beredar yang sebagian tidak aktif membuat pendapatan operator tidak optimal. Telkomsel belum lama ini menghapuskan kartu yang tidak aktif dan jumlah pelanggan mereka turun dari 170 juta menjadi 153 juta, tetapi efeknya ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata dari per pelanggan) naik.
*) Moch S Hendrowijono, mantan editor Harian Kompas, pengamat telekomunkasi dan transportasi.