Mendag Zulhas Buka-bukaan Alasan Pemerintah Tak Kunjung Bayar Utang Rafaksi Migor ke Pengusaha
Kemendag belum memberi hasil verifikasi dari jumlah utang rafaksi yang harus dibayarkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkap alasan Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum kunjung membayar utang rafaksi minyak goreng (migor) ke pelaku usaha.
Zulhas, sapaan akrabnya, mengatakan Kemendag belum memberi hasil verifikasi dari jumlah utang yang harus dibayarkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Adapun verifikasi ini telah dilakukan oleh PT Sucofindo.
Baca juga: Soal Rafaksi Minyak Goreng Tak Kunjung Usai, Aprindo: Kami Dipermainkan
Ia menyebut Kemendag melaksanakan proses pembayaran mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Dalam melakukan pembayaran, Kemendag juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk minta pendapat dan pendampingan hukum.
"Kita minta dirapatkan di Kemenko Perekonomian karena BPDPKS itu komite pengarahnya Pak Menko Perekonomian," kata Zulhas dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/11/2023).
"Dapat kami sampaikan kehati-hatian tadi, dan juga pendampingan hukum terkait proses hukum yang terjadi dalam pembayaran klaim tersebut," lanjutnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu bilang, Kemendag telah mengirim surat ke BPKP untuk permohonan review hasil verifikasi PT Sucofindo terhadap klaim pembayaran selisih harga minyak goreng melalui dana BPDPKS.
Saat ini, Kemendag akan mengangkat pembahasan terkait rafaksi ini dalam rakortas tingkat menteri di Kemenko Perekonomian.
Pembahasan ini untuk mendapatkan persetujuan bersama dari semua pihak yang terkait, sebelum dilanjutkan pada proses pembayaran rafaksi.
"Jadi mau di Kemenkopolhukam boleh, di Kemenko Perekonomian boleh," ujar Zulhas.
Baca juga: Kemendag Siap Hadapi Gugatan Pengusaha Ritel ke PTUN Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng
Peritel Bakal Bawa soal Utang Rafaksi Migor ke Ranah Hukum
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, per 15 November hari ini, pihaknya belum kunjung mendapat kepastian kapan utang rafaksi minyak goreng akan dibayarkan pemerintah.
Diketahui, polemik utang ini telah memakan waktu yang lama, di mana sudah hampir dua tahun sejak pemerintah pertama kali meminta peritel menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter.
Utang rafaksi migor yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, kepada peritel sebanyak Rp344 miliar belum kunjung dibayarkan.
"Sampai 15 November, Aprindo belum mendapatkan langkah-langkah konkret dan nyata dari pemerintah untuk niat menyelesaikan rafaksi," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2023).
Roy pun menduga pemerintah sudah tak lagi niat menyelesaikan polemik utang rafaksi minyak goreng ini.
Informasi terakhir disebutkan bahwa Kementerian Perdagangan harus terlebih dahulu rapat koordinasi terbatas (rakortas) dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membayar utang ini.
Baca juga: Aprindo Akan Perkarakan Utang Rafaksi Minyak Goreng Kemendag ke Ranah Hukum
Roy heran kenapa koordinasi tersebut tak kunjung terjadi. Terlebih, alasan yang ia dapat rakortas belum terlaksana karena kedua kementerian sibuk.
"Saya gak tahu sebutannya pengesahan atau perintah atau apapun, tetapi sampai hari ini yang poin terakhir ini, kita melihat keseriusan untuk rapat koordinasi antar Kemenko Perekonomian dan Kemendag itu tidak terjadi dengan alasan sibuk. Kenapa ga kemarin-kemarin sebelum sibuk (rapat koordinasinya)?" ujar Roy.
Saat ini, kata Roy, peritel tak sendiri lagi dalam memperjuangkan utang ini. Produsen migor kini disebut ikut terlibat memperjuangkannya.
"Kami sudah dapat dukungan dari produsen, karena produsen juga punya masalah yang sama karena mereka melakukan penjualan harga minyak goreng yang rendah itu kepada ritel dan kepada pasar tradisional general market," ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini kuasa hukum peritel dan produsen sedang mempersiapkan untuk membawa polemik ini ke ranah hukum.
"Apakah kita melaporkan kepada Mabes Polri, apakah kita somasi gugat PTUN, ini lagi dicari antar kuasa hukum. Kami ada kuasa hukum, produsen juga ada pengacara," tutur Roy.
Menurut dia, membawa persoalan ini ke ranah hukum merupakan satu bentuk langkah konkret yang harus pihaknya lakukan guna memperjuangkan hak pelaku usaha.
"Kita ga minta negara, itu bukan uang APBN, bukan uang Kemendag, bukan uang siapapun. Itu uang pelaku usaha menyetorkan 50 dolar AS per metrik ton dan dananya itu BPDPKS itu masih ada," ujar Roy.
Belum Bayar
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum akan membayar utang rafaksi minyak goreng (migor) kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, pihaknya harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Koordinasi ini merupakan tindak lanjut pertemuan Kemendag dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Pihaknya sendiri juga telah melakukan peninjauan kembali pada utang ini secara internal karena ada perbedaan jumlah tagihan.
"Hasil keputusan di Kemenkopolhukam juga mengembalikan ke Kemendag dan Kemenko Bidang Perekonomian," kata Isy ketika ditemui di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (30/8/2023).
"Ini yang nanti sedang kami koordinasi dengan Kemenko Perekonomian untuk langkah berikutnya," lanjutnya.
Ia mengatakan koordinasi bersama Kemenko Perekonomian telah dijadwalkan pada pekan depan.
Maka dari itu, ia meminta untuk menunggu hasil dari pertemuan tersebut.
Isy masih enggan berspekulasi hasil apa yang akan tercipta dari pertemuan itu.
"Ini (rafaksi migor) juga dulu dimulai dengan rapat koordinasi terbatas di Kementerian Perekonomian. Saya belum berspekulasi ya hasilnya seperti apa," ujar Isy.
Satu hal pasti, Isy menyampaikan bahwa pemerintah pasti akan membayar utang ini karena sudah ada legal opinion dari Kejaksaan Agung.
"Meskipun peraturannya sudah dicabut (Permendag Nomor 1 dan Nomor 3 Tahun 2022), kewajiban pemerintah tetap berlaku," kata Isy.
"Jadi, meskipun permendagnya dicabut, tapi akibat hukum dari permendag itu masih tetap berlaku (keharusan untuk membayar, red). Itu bunyi legal opinion. Itu yang kita mintakan dari Kejaksaan Agung," sambungnya.
Sebagai informasi, persoalan utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayar pemerintah kepada peritel tak kunjung selesai.
Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.
Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp 14 ribu per liter. Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.
Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.
Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.
Baca juga: Minta Audiensi soal Utang Rafaksi Migor, Aprindo Surati Jokowi Tiga Kali, tapi Belum Direspons
Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.
Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.
Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.
Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.
Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP dan verifikasi angka dari PT Sucofindo keluar, utang Aprindo belum kunjung dibayar pemerintah.