Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kurangi Ketergantungan pada Utang, SBN Bisa Jadi Alternatif Pembiayaan APBN

Obligasi negara dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) merupakan salah satu bentuk pengembangan inovasi pembiayaan APBN.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Kurangi Ketergantungan pada Utang, SBN Bisa Jadi Alternatif Pembiayaan APBN
dok. Kompas
Ilustrasi. Obligasi negara dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) merupakan salah satu bentuk pengembangan inovasi pembiayaan APBN. 

TRIBUNNEWS.COM - Penerbitan obligasi negara dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) memberikan alternatif pembiayaan bagi APBN sehingga Indonesia tak bergantung pada pinjaman luar negeri.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Seksi Pengelolaan Risiko Pasar, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Ardhitya Kurniartanto.

"Kita mulai berkembang untuk menggunakan alternatif pembiayaan tidak lagi bersumber dari (pinjaman) luar negeri saja, tetapi juga menggunakan sumber-sumber dalam negeri melalui penerbitan obligasi negara," kata dia.

Baca juga: Mudahkan Investasi SBN bagi Peserta, BPJS Ketenagakerjaan Resmi Kerja Sama dengan Tanamduit

Pernyataan itu disampaikan dalam acara NgoPi: Literasi Keuangan dan Pembiayaan APBN di Kampus Universitas Indonesia, Depok, 6 Desember 2023.

Obligasi negara dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) merupakan salah satu bentuk pengembangan inovasi pembiayaan APBN.

Seperti diketahui, posisi utang Indonesia per 31 Oktober 2023 mencapai Rp 7.950,52 triliun. Angka ini sekitar 37,68 persen dari Gross Domestic Product (GDP).

Jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU Keuangan Negara, yaitu 60 persen dari GDP.

Berita Rekomendasi

Dari total utang tersebut, SBN menempati porsi terbesar yaitu, 88,66 persen dan pinjaman, baik dalam dan luar negeri, sebesar 11,34 persen.

Adapun dari sisi SBN, mayoritas berasal dari domestik 71,41 persen dan SBN valas 17,25 persen.

"Dengan demikian, posisi utang kita masih dalam kategori rasional dan aman," terangnya.

Menurut Ardhitya, pemerintah senantiasa berhati-hati dalam mengambil kebijakan utang, baik berupa obligasi maupun pinjaman.

Terutama dengan mempertimbangkan tenor dan suku bunga yang kompetitif.

"Untuk utang-utang yang kita adakan, bisa jadi tenornya 20-25 tahun, atau lebih panjang lagi. Dengan tingkat bunga yang generous," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga tidak mau dikendalikan para kreditor ketika mengajukan pinjaman luar negeri.

Halaman
12
Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas