Miliki Peran di Tengah Tekanan Global, Kebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia
Kebijakan fiskal menjadi penjaga untuk stabilitas ekonomi dan memiliki peranan penting di tengah tekanan global di Indonesia.
Penulis: Fransisca Andeska
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Sebagai penjaga stabilitas nasional sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal memiliki peranan yang sangat penting. Dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berkomitmen dalam melaksanakan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing di dunia. Adapun cara yang dilakukan adalah lewat Pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penguatan institusi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia terus melanjutkan perjalanannya menjadi negara yang berpenghasilan tinggi atau high income country.
Pada beberapa forum kerja sama ekonomi internasional, Indonesia aktif dalam berkontribusi untuk penetapan agenda global dan penyelesaian masalah global.
“Ini bukanlah perjalanan yang mulus dan mudah, karena tidak ada seorang pun yang menjanjikan bahwa menjadi negara berpenghasilan tinggi itu akan mudah, namun ini adalah sesuatu yang harus terus kita dukung dengan kebijakan institusi yang baik," ujar Menkeu Sri Mulyani.
Pada pembukaan seminar internasional Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) yang ke-12 di Nusa Dua, Bali, 6-7 Desember 2023, Menkeu Sri Mulyani menjabarkan bagaimana Indonesia bisa keluar dari kesulitan saat dihantam pandemi Covid-19.
Baca juga: Penyerahan DIPA dan TKD APBN 2024, Menkeu Sri Mulyani: Fokus pada Pembangunan Nasional
Sri Mulyani menjelaskan bahwa cara melindungi ekonomi Indonesia adalah menggunakan kebijakan moneter dan fiskal. Kemenkeu menggunakan dua kebijakan tersebut dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Pada saat yang sama kita juga melihat dunia yang sangat terfragmentasi dengan perang teknologi dan fragmentasi geopolitik. Lingkungan global ini jelas mempengaruhi pilihan kebijakan dan peluang bagi suatu negara," jelas Sri Mulyani.
Lanjut Sri Mulyani, fragmentasi global menjadi stimulus terjadinya peningkatan nasionalisme dan populisme. Keduanya dipastikan akan memberikan tekanan besar di sisi fiskal.
"Karena pada akhirnya, fiskal, yaitu anggaran, merupakan cerminan dari aspirasi masyarakat, sehingga sentimen terhadap nasionalisme dan populisme pasti akan ditransmisikan ke dalam kebijakan fiskal," ucap Sri Mulyani.
Perempuan yang lahir di Bandar Lampung pada 26 Agustus 1962 ini mengatakan, banyak negara yang mengadopsi kebijakan fiskal tertentu yang sebenarnya mengakomodir banyak hal, seperti defisit yang tinggi atau utang yang tinggi.
"Tapi kalau memang mereka masih mampu untuk memiliki utang yang tinggi," ujarnya.
Kebijakan fiskal, kata Sri Mulyani harus bisa tahan terhadap tekanan yang datang dari guncangan global, baik itu dalam bentuk krisis keuangan global, pandemi, ataupun yang terbaru seperti perubahan iklim.
Menurutnya, semua bentuk krisis itu harus bisa direspon oleh suatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu merespon dengan cepat guncangan global tersebut.
"Saya sangat senang melihat Badan Kebijakan Fiskal di Kemenkeu menyadari betul perubahan dinamika global ini yang perlu dipahami karena sebetulnya ini masih terus berlangsung, belum sepenuhnya bisa dimengerti, dan pada saat yang sama juga belum final, ini bisa menciptakan dinamika yang sangat besar," pujinya.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Ungkap Prioritas Belanja Pemerintah Akhir Tahun, Apa Saja?
Nasionalisme dan Fragmentasi Global
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani punya pandangan tersendiri terhadap perkembangan kebijakan negara-negara dunia. Menurutnya, timbulnya rasa nasionalisme yang berlebih dan meningkat di banyak negara juga bisa menjadi dampak negatif bagi masa depan multilateralisme.
Selain itu, peningkatan fragmentasi global menyebabkan menurunnya kepercayaan antar negara terutama dalam hal prioritas dalam dunia global.
"Hal ini dapat dimengerti karena setiap pemimpin dipilih oleh rakyatnya sendiri dan karena itulah mereka akan melindungi rakyatnya terlebih dahulu, namun sepertinya era di mana kepentingan nasional dan kepentingan global dapat disejajarkan sudah tidak ada lagi," tutur Sri Mulyani.
Tentu saja fragmentasi menciptakan tantangan antar negara-negara, termasuk Indonesia yang memainkan peran konstruktif di tengah lanskap global yang tidak menentu karena banyaknya perubahan di tengah perputaran perekonomian antar negara.
Untuk itu, Kemenkeu terus menjalankan segalanya sesuai dengan konsititusi serta memainkan peran konstruktif dengan memastikan dunia dibangun dengan perdamian, kedaulatan, dan juga kesetaraan.
Baca juga: APBN 2024 dan Peranannya sebagai Fondasi Menuju Indonesia Maju 2045
Kinerja yang Stabil
Terkait dengan situasi global yang penuh dengan tantangan suku bunga tinggi dan perubahan iklim akibat pendaemi, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia menunjukkan kinerja yang relatif stabil dan baik. Perekonomian Indonesia terus tumbuh sekitar 5 persen dalam delapan kuartal terakhir.
"Kami juga terus berfokus pada hal-hal yang paling penting dalam membangun fondasi yang tepat dan lebih kuat bagi Indonesia untuk melanjutkan perjalanan kami menjadi negara berpenghasilan tinggi," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kesuksesan Indonesia bisa keluar dari perubahan global adalah dengan perangkat fiskal dalam mengelola begitu banyak goncangan baik dari tekanan global maupun domestik.
Menggunakan kebijakan fiskal dengan bijaksana dan respons relatif fleksibel, lanjut Sri Mulyani, Indonesia berhasil menstabilkan perekonomian meski pada saat yang bersamaan juga harus menjaga kesinambungan fiskal.
Menurutnya, Indonesia setelah pandemi, langsung melakukan konsolidasi fiskal dengan cara yang baik. Hal ini berimbas pada masa sekarang yang mana kondisi fiskal Indoensia menjadi relatif lebih baik dibanding dengan negara berkembang dan maju lainnya.
"Itu adalah harta karun atau pondasi yang perlu dipertahankan. Karena saat ini dan juga di masa depan kita akan terus mengharapkan guncangan yang akan datang," katanya.
Kemenkeu terus menggunakan instrumen fiskal yang dirumuskan dengan prinsip kehati-hatian, berkeadilan, dan berkesinambungan guna mengatasi tantangan jangka pendek dan panjang agar bisa mencapai tujuan negara berpendapatan tinggi di masa mendatang. (*)
Baca juga: Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Tahun 2024 Jadi Pendukung Visi Indonesia Maju 2045