Konflik Laut Merah Tak Kunjung Reda, Arus Kapal di Terusan Suez Anjlok 42 Persen, Bisa Picu Inflasi
Konflik laut merah yang tak kunjung mereda telah membuat arus lalu lintas di jalur perdagangan Terusan Suez mengalami penurunan tajam
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, CAIRO – Konflik laut merah yang tak kunjung mereda telah membuat arus lalu lintas di jalur perdagangan Terusan Suez mengalami penurunan tajam hingga amblas 42 persen selama dua bulan terakhir.
Hal tersebut diungkap oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama Konferensi Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD). Dalam laporannya PBB menjelaskan kondisi lalu lintas kapal dagang dan kargo via Terusan Suez sangat memprihatinkan, karena terus mengalami penyusutan hingga mengancam ekonomi pasar global.
“Kami sangat prihatin serangan terhadap pelayaran Laut Merah menambah ketegangan pada perdagangan global, memperburuk gangguan perdagangan (yang sudah ada) karena geopolitik dan perubahan iklim,” kata Ketua UNCTAD Jan Hoffman, dikutip laman Al Arabiya.
Baca juga: Serangan Houthi Bikin Pendapatan Mesir dari Terusan Suez Merosot, Perekonomian Melambat
Adapun konflik Laut Merah pertama kali pecah pada November lalu tepatnya setelah Houthi, milisi sayap kanan Iran melakukan serangan ke kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel di Laut Merah.
Pejabat Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes atas agresi Israel di Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 25.000 jiwa. Namun akibat serangan ini jalur perdagangan paling kondang di dunia Terusan Suez mulai ditinggalkan.
Sebagai informasi Terusan Suez sendiri merupakan salah satu jalur perdagangan via laut paling penting di seluruh dunia. Terletak di Mesir dengan panjang 193 km, rute ini dapat menghubungkan Laut Mediterania ke Laut Merah kapal.
Dengan rute tersebut kapal dagang internasional pengangkut minyak dan barang bisa memangkas waktu pelayaran, karena tak perlu lagi memutar jalan hingga ke Benua Afrika.
Namun imbas serangan Houthi, ratusan kapal dagang global mulai putar otak mencari rute baru yakni, jalur Semenanjung Harapan demi menghindari Terusan Suez yang berada di Laut Merah. Perubahan rute ini yang membuat arus lalu lintas di Terusan Suez terus menyusut.
“Serangan Houthi telah membuat lalu lintas kapal tanker turun 18 persen, transit kapal kargo curah yang membawa gandum dan batu bara turun 6 persen, dan transportasi gas berhenti. Secara keseluruhan, antara 12 persen-15 persen,” jelas Hoffman.
Baca juga: Militan Houthi Yaman Mengancam, Biaya Pelayaran di Laut Merah dan Terusan Suez Melambung
Mesir Rugi
Pasca ketegangan di Laut Merah memanas, pemerintah Mesir mengumumkan pendapatan negaranya saat ini tengah terancam dampak dari turunnya pemasukan dari kanal Terusan Suez.
Imbas ketegangan ini, Mesir bahkan kehilangan jutaan dolar setiap harinya lantaran beberapa kapal menghindari terusan ini untuk melindungi diri dari serangan rudal dan pesawat tak berawak militan Houthi.
Baca juga: Tak Mempan Dibombardir, AS dan Inggris Buru Empat Pentolan Houthi
Ketegangan Laut Merah Mengancam Pasar Global
Tak hanya itu, ketegangan di Laut Merah juga mengancam perekonomian pasar global, karena perubahan rute membuat pengiriman barang menjadi lebih lama dari biasanya, selain itu dampak dari perubahan rute telah juga memicu pembengkakan biaya bahan bakar hingga 1 juta untuk setiap perjalanan pulang pergi antara Asia dan Eropa utara.
Alasan tersebut yang mendorong biaya pengiriman barang naik hingga 100 persen, misalnya untuk tarif pengiriman barang Asia-Eropa Utara meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 4.000 dolar AS per kontainer berukuran 40 kaki.
Apabila perubahan jalur terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama, hal ini tentunya dapat memicu peningkatan inflasi, kenaikan biaya logistik laut berpengaruh pada pembentukan harga pangan dan energi baik di tingkat produsen maupun konsumen.