Selamatkan Nilai Tukar Rupiah, Bank Indonesia Dongkrak Suku Bunga Acuan Tangkal Risiko Global
Penguatan rupiah terjadi setelah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 6,25 persen.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mata uang rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Rabu (24/4).
Rupiah terapresiasi 0,40 persen atau 65 poin ke level Rp16.155 per dolar AS. Indeks dolar tercatat melemah 0,16 persen ke level 105,675.
Penguatan rupiah terjadi setelah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 6,25 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan langkah BI menaikkan suku bunga acuan sesuai prediksi guna menjaga stabilitas mata uang.
“Sesuai prediksi BI menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 23-24 April 2024 di saat anjloknya nilai tukar rupiah,"kata Ibrahim.
Baca juga: Bank Indonesia Prediksi Nilai Tukar Rupiah Akhir Tahun 2024 Menguat Jadi Rp 15.800 Per Dolar AS
Menurutnya, keputusan menaikkan suku bunga untuk memperkuat stabilitas rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025.
Sejumlah mata uang Asia bervariasi terhadap dolar AS di antaranya Yen Jepang melemah 0,05 persen, peso Filipina melemah 0,08 persen, yuan China melemah 0,01 persen dan baht Thailand melemah 0,19 persen.
Mata uang yang menguat terhadap dolar AS ialah dolar Taiwan sebesar 0,17 persen, won Korea 0,64 persen, rupee India 0,06 persen, dan ringgit Malaysia menguat 0,05 persen.
Selain itu, pasar juga merespon positif atas penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.
Sementara itu Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut suku bunga dinaikkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5+-1 persen pada 2024 dan 2025.
Kata Perry, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
"Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," tuturnya.
Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto mengatakan, Bank Indonesia telah melakukan kebijakan makroprudensial untuk menjaga stabilitas rupiah, tercatat hingga Maret 2024 cadangan devisa telah mencapai 6 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, dia melihat BI juga turut menambahkan instrumen makroprudensial lain untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung pengembangan pasar uang yaitu melalui sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI) dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI).
Meski begitu, Rully menilai perlu adanya dorongan dari segi kebijakan moneter yaitu dengan menaikkan suku bunga agar menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Tapi memang mengingat tekanan yang cukup besar kalau kita lihat dalam 2 bulan terakhir itu sekitar 2,5 sampai 2,6 miliar dolar AS outflow gabungan dari saham dan obligasi ini kembali lagi, sepertinya juga instrumen-instrumennya saat ini sendiri mengingat tekanan masih tinggi akan lebih optimal apabila direspon dengan moneter," ungkapnya. (Tribun Network/nas/wly)