AAJI: Industri Asuransi Dituntut Adopsi Teknologi Digital dalam Pengelolaan Risiko
Dengan menerapkan inovasi digital serta memitigasi risiko tersebut, industri asuransi dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tantangan industri asuransi cukup berat menyusul terjadinya disrupsi digitalisasi di tengah masyarakat.
Hal itu ditegaskan Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon saat Seminar Digital and Risk Management in Insurance (DRiM) ke-7 bertemakan "Insuring Tomorrow : Navigating The Digital Frontier in Life Insurance", dikutip Senin (20/5/2024).
Kegiatan ini, menurutnya, sebagai wadah bagi para pemangku kepentingan industri asuransi untuk berkolaborasi dalam pengelolaan risiko terhadap teknologi digital.
Baca juga: Sehat Pangkal Bisa, Industri Asuransi Gelar Edukasi Cara Mengelola Kesehatan dan Keuangan Keluarga
Dengan menerapkan inovasi digital serta memitigasi risiko tersebut, industri asuransi dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat serta membuka peluang baru dari berbagai arah.
“Kemajuan teknologi digital pada industri asuransi yang terus berkembang sangat diperlukan. Ke depannya hanya akan ada satu arah bagi industri asuransi yaitu arah digitalisasi. Bukan hanya untuk pembayaran tapi juga untuk pelayanan yang lebih baik,” kata Budi.
“Literasi dan edukasi pun akan jauh lebih mudah dan dapat dijangkau lebih luas oleh lapisan masyarakat yang beragam dengan melakukan upaya-upaya digital. Pasalnya, proses administrasi asuransi secara digital yang aman dan terpercaya menjadi syarat utama di bisnis asuransi,” tambahnya.
AAJI mewakili 57 perusahaan asuransi jiwa dan 6 perusahaan reasuransi di Indonesia serta telah menjadi anggota Global Federation of Insurance Association (GFIA) sejak tahun 2021.
Situasi ini, menurut Budi sangat menentukan perkembangan industri asuransi di masa depan sekaligus mengeksplorasi tantangan yang timbul karena kemajuan teknologi digital saat ini.
VP Customer Success Management Privy, Nur Laily Lianasyah mengatakan pihaknya selalu memastikan legalitas kontrak elektronik dengan kekuatan pembuktian yang sah.
Selain itu juga mencakup platform pengelolaan dokumen elektronik yang memungkinkan penelusuran dan peninjauan secara mendetail di masa mendatang.
“Setiap dokumen yang ditandatangani menggunakan Tanda Tangan Elektronik (TTE) bersertifikat Privy akan memiliki jejak audit yang berisi informasi tentang penandatangan, waktu penandatanganan, dan rincian dokumen yang ditandatangani,” ujar Liana.
Menanggapi tantangan keamanan pada transaksi elektronik di industri asuransi terkait pemalsuan data serta rekam penerimaan polis asuransi, Privy selain menyediakan TTE tersertifikasi juga hadir dengan menyediakan layanan identitas digital (Digital Identity) terpercaya yang dapat memverifikasi validitas data penggunanya.
Selain itu pula didukung sistem Electronic Registered Delivery Services (ERDS) yang dapat merekam history pengiriman polis yang nirsangkal.
Alhasil pengguna akan mendapat jaminan, yakni identitas penerima dan pengirim telah menggunakan verifikasi data kependudukan hingga biometrik wajah ke Ditjen Dukcapil Kemendagri dan teknologi infrastruktur Kunci Publik berbasis hashing dan kriptografi asimetris.
Sehingga integritas isi dokumen tetap terjaga serta dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dan tidak dapat diganggu gugat.