Institusi Keuangan Indonesia Dinilai Perlu Jajaki Pendalaman untuk Perkuat Industri Kredit Nasional
Industri keuangan di Indonesia masih dihantui oleh dua isu utama, inklusi keuangan yang rendah dan pendalaman keuangan.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Industri keuangan Indonesia dinilai perlu jajaki pendalaman keuangan guna memperkuat industri kredit nasional.
Sebab, saat ini industri keuangan di Indonesia masih dihantui oleh dua isu utama, inklusi keuangan yang rendah dan pendalaman keuangan (financial deepening) yang masih dangkal.
Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian besar penduduk dikategorikan sebagai excluded population atau kelompok penduduk yang sulit mengakses layanan keuangan.
Dikutip dari laporan Warta Fiskal yang diterbitkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), masalah di atas dapat ditanggulangi dengan meningkatkan pendalaman keuangan dan sinergi antara regulator dan pengawas sektor keuangan, dalam hal ini Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca juga: Singgung Era 1998, Jokowi Minta OJK Jaga Industri Keuangan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menerangkan, pendalaman pasar keuangan (financial deepening) memiliki peran penting dalam menyediakan ragam produk keuangan yang tidak hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan keuangan masyarakat, namun juga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Financial deepening bisa menjadi dasar financial inclusion, dengan semakin banyaknya produk dan layanan keuangan, khususnya produk keuangan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, semakin tinggi potensi penggunaan produk dan layanan keuangan," ujarnya saat dikonfirmasi, dikutip Rabu (29/5/2024).
OJK, menurut Friderica, berkomitmen untuk terus meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat melalui penyediaan ragam produk dan perluasan akses keuangan dengan berbagai program, di antaranya Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), dan Asuransi Mikro maupun Securities Crowdfunding.
Namun begitu, lanjut dia, inklusi keuangan (financial inclusion) juga berperan untuk memudahkan masyarakat mengakses lembaga, produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka, entah itu produk kredit atau pembiayaan.
"Para pelaku UMKM juga dapat memperluas pilihan atau opsi produk kredit atau pembiayaan dari berbagai lembaga jasa keuangan yang bisa mereka gunakan," terangnya.
Pendalaman keuangan juga tidak lepas dari modernisasi institusi keuangan, salah satunya dengan pemanfaatan data alternatif yang lebih komprehensif dalam membaca profil calon debitur. Biro Kredit Swasta PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK) merupakan salah satu perusahaan yang memiliki dan mengelola data kliennya secara real time.
Salah satu produknya, CLIK Spectrum, digadang-gadang bisa memberikan gambaran dan prediksi kelayakan kredit seseorang atau sebuah bisnis. “Melalui CLIK Spectrum, CLIK mengestimasikan kenaikan tingkat persetujuan pinjaman (approval rate) oleh bank sampai 10 persen tanpa mempengaruhi level NPL dari bank tersebut. CLIK Spectrum secara khusus cocok untuk nasabah dengan profil risiko menengah, dimana perbankan bisa melakukan re-kualifikasi dan memindahkan sebagian besar kelompok nasabah berisiko menengah ke segmen berisiko rendah,” kata Presiden Direktur CLIK Leonardo Lapalorcia.
Secara terpisah, Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia Wientor Rah Mada juga menekankan pentingnya peningkatan pemahaman tentang literasi keuangan di level UMKM, termasuk soal financial deepening atau pendalaman pasar keuangan.
"Tidak hanya di level pemahaman, tetapi harus mulai implementasi penggunaannya," ujar Wientor.