Apakah Tapera Menjamin Pekerja Dapat Rumah?
Belum ada kepastian yang menjelaskan bahwa para buruh maupun pekerja secara otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal jelaskan mengapa program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak tepat dijalankan pada saat ini.
Sebab, menurutnya, belum ada kepastian yang menjelaskan bahwa para buruh maupun pekerja secara otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera
Diketahui Besaran Simpanan Peserta Tapera yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji pekerja. Sebesar 0,5 persen ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh Pekerja itu sendiri.
Baca juga: Iuran Tapera Banjir Kritikan hingga Penolakan, Mungkinkah Bakal Dibatalkan?
“Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera,” kata Said Iqbal.
Secara akal sehat dan perhitungan matematis, menurutnya iuran Tapera sebesar 3 persen tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK.
Sekarang ini, dijelaskannya upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan maka iurannya adalah sekitar 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun.
Oleh karena Tapera adalah Tabungan sosial kata Said Iqbal, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000,- hingga Rp 25.200.000,-
“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun kedepan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan. Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari Tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah,” kata Said Iqbal.
“Jadi dengan iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” terangnya.
Said Iqbal juga menilai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terkesan dipaksakan.
Dia pun menyinggung kasus Asabri dan Taspen yang dikorupsi.
Baca juga: 3 Menteri Jokowi jadi Komite Tapera, Segini Gajinya per Bulan dan Perbandingan dengan Gaji Menteri
“Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN,” kata Said Iqbal.
Dengan demikian, kata Said Iqbal bahwa program Tapera kurang tepat dijalankan. Sebalum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera.
“Partai Buruh dan KSPI menolak program Tapera dijakankan saat ini karenan akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh, PNS, TNI, Polri dan Peserta Tapera,” kata Said Iqbal.