Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Perlu Diversifikasi Sumber Energi, Konflik Timur Tengah Berisiko Buruk ke Ekonomi Indonesia

Penyelesaian konflik menjadi krusial karena bukan hanya meringankan penderitaan masyarakat Palestina, tetapi juga mencegah dampak ekonomi global.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Perlu Diversifikasi Sumber Energi, Konflik Timur Tengah Berisiko Buruk ke Ekonomi Indonesia
HO
Kiri ke kanan: Pengamat konflik Timur Tengah dan diplomasi Indonesia Masyrofah; Ferry Irawan, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro & Keuangan Kemenko Perekonomian RI dan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani. 

"Kami terus mendorong daya saing ekonomi agar saat terjadi guncangan global, ekonomi domestik tetap stabil," tambah Ferry​.

Dengan memanfaatkan uang lokal dalam perdagangan internasional dan menerapkan berbagai kebijakan strategis, pemerintah Indonesia berupaya keras untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah dinamika global yang dipicu oleh konflik di Timur Tengah.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia berharap dapat mengatasi tantangan yang ditimbulkan akibat konflik Timur Tengah dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Solusi Dua Negara

Dari aspek politik, Pemerintah Indonesia terus mendorong perdamaian di Timur Tengah, khususnya konflik Israel-Palestina melalui Solusi Dua Negara (Two State Solution) dengan parameter yang jelas sebagai jalan keluar dari konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.

“Indonesia selalu konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, kami menghendaki Two State Solution dengan parameter internasional,” ujar Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Abdul Kadir Jailani di acara diskusi yang sama.

Menurut Jailani, Solusi Dua Negara yang diinginkan Indonesia memiliki tiga parameter utama. Pertama, kata dia, Indonesia menginginkan berdirinya negara Palestina yang berdaulat dengan batas negara. Upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak puluhan tahun silam.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Melonjak Tembus 84,22 Dolar AS Per Barel, Serangan Israel ke Rafah Pemicunya

“Paling tidak batas negara yang ada sebelum Perang 1967, itu posisi kita. Termasuk juga posisi Palestina dalam perundingan,” ujarnya.

Berita Rekomendasi

Indonesia juga menghendaki penghentian pembangunan pemukiman warga Israel di West Bank dan Gaza. Menurut dia, upaya pembangunan pemukiman tersebut harus segera dihentikan.

“Masyarakat internasional sangat prihatin karena kita ketahui bahwa Israel terus secara masif melaakukan pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Westbank secara masif. Dan itu yang kita tidak kehendaki,” sebutnya.

Selanjutnya adalah mengembalikan dengan penuh hak-hak bagi pengungsi Palestina akibat peristiwa pada 1948. Di mana ratusan ribu warga Palestina terusir dari tanah kelahiran mereka sejak kejadian itu.

“Kita ketahui pada peristiwa Naba pada 1948, lebih dari ratusan ribu orang Palestina telah terusir dari kota-kota dan desa-desanya. Mereka menuntut memiliki akses kembali terhadap tanah,” ujarnya.

Berikutnya, mendorong upaya agar Yerusalem sebagai ibu kota negara Palestina. Indonesia maupun beberapa negara lain telah mengecam berkali-kali terhadap keputusan sepihak Amerika Serikat yang mengakui pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

“Selanjutnya, yang lebih penting lagi bahwa Yerusalem harus sebagai ibukota Palestina,” ujarnya menegaskan.

Meski demikian, Jailani mengakui, untuk mewujudkan Two State Solution merupakan hal yang sangat sulit, mengingat adanya penolakan dari berbagai negara, termasuk Israel dan Amerika Serikat.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas