PHK Makin Meluas, Usai Libas Industri Tekstil Kini Pekerja di Sektor Mebel dan Farmasi Pengangguran
Gejolak PHK terjadi di beberapa sektor perusahaan, selain industri tekstil tetapi sektor usaha mebel dan farmasi juga tengah bergejolak.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin meluas ke berbagai sektor usaha, setelah sebelumnya 13 ribu lebih pekerja industri manufaktur terpaksa diberhentikan kerja.
Terbaru PHK terjadi di industri mebel dan farmasi, di mana ada yang merupakan perusahaan BUMN yakni PT Kimia Farma.
Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim mengatakan, gejolak PHK terjadi di beberapa sektor perusahaan, selain industri tekstil tetapi sektor usaha meubel dan farmasi juga tengah bergejolak.
"Hingga kini pendataan masih terus dilakukan oleh sejumlah federasi buruh terkait PHK di beberapa perusahaan di Jawa Tengah," papar Aulia dikutip dari TribunJateng, Kamis (20/6/2024).
Baca juga: Permendag 8 Dituding Biang Kerok Maraknya PHK di Industri Tekstil, Mendag Zulkifli Hasan Tak Terima
Menurutnya, pendataan PHK terkini baru dilakukan di Kota Semarang, yang mana perusahaan meubel dan farmasi gulung tikar.
Kondisi tersebut berdampak pada 550 pekerja menjadi pengangguran pada saat ini.
"Ada dua perusahaan yang kolaps, selain PHK ada juga yang dipekerjakan tak full alias 50 persen," paparnya.
Ia menjelaskan, maraknya terjadi PHK karena industri tanah air tertekan persaingan dengan perusahaan luar negeri dan kesulitan mendapatkan bahan baku karena regulasi yang memberatkan.
"Harusnya Pemprov Jateng menjaga investor yang ada di Jawa Tengah. Jadi tak hanya membuka kran investasi, namun juga menjaga," terang Aulia.
Ia menyebut, rendahnya upah di Jawa Tengah juga berpengaruh kepada perusahaan-perusahaan yang kolaps.
Pasalnya, jika upah tinggi daya beli masyarakat juga terdongkrak.
"Kondisi tersebut membuat perusahaan tetap berjalan dan memproduksi barang," imbuhnya.
Kimia Farma Akan Tutup Lima Pabrik
BUMN Farmasi, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) akan melakukan efisiensi dengan menutup 5 dari total 10 pabrik yang dimilikinya dalam waktu lima tahun ke depan.
Direktur Utama KAEF, David Utama menjelaskan, keputusan menutup pabrik didasari beberapa faktor.