Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kabinet Jokowi Mulai Gaduh Akibat Banyaknya PHK, Agus Gumiwang Minta Menkeu Sri Mulyani Konsisten

Menkeu diharapkan konsisten antara pernyataan dan kebijakannya guna mendukung dan melindungi industri dalam negeri.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Kabinet Jokowi Mulai Gaduh Akibat Banyaknya PHK, Agus Gumiwang Minta Menkeu Sri Mulyani Konsisten
HO
Foto kolase: Menteri Perindustri Agus Gumiwang, Presiden Jokowi, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai gaduh dengan munculnya silang pendapat antara dua menteri terkait penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil.

Kedua menteri tersebut yaitu Menteri Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.

Adapun awalnya, Sri Mulyani hadir dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Selasa (11/6/2024).

Dalam rapat tersebut, Anggota Komite IV DPD RI Casytha Kathmandu menyindir pemerintah karena banyaknya PHK di industri tekstil karena kebijakan pemerintah itu sendiri.

Casytha menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tersebut memicu industri tekstil dalam negeri gulung tikar.

Baca juga: PHK di Industri Tekstil Nasional Diperkirakan Terus Berlanjut

Pasalnya, dalam aturan tersebut terdapat persyaratan impor yang direlaksasi untuk komoditas tertentu. Misalnya untuk komoditas alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi tidak perlu pertimbangan teknis (Pertek) untuk syarat izin impor.

"Fakta di lapangan ada Permendag 8/2024 yang keluar 17 Mei 2024 terkait relaksasi aturan ini di sini perizinan impor ada step yang di-cut, yang dipotong sehingga saat ini terutama untuk impor tekstil luar biasa banyak di Indonesia," kata Casytha saat rapat kerja kepada Sri Mulyani.

BERITA REKOMENDASI

Menyikapi hal tersebut, Sri Mulyani menyampaikan, penyebab PHK di industri tekstil karena persaingan bisnis tekstil yang kian ketat tetapi pasokan berlebih.

Kondisi ini, kata Sri Mulyani, memicu praktik dumping atau upaya menjual barang ke luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.

"Di dunia terjadi excess (kelebihan) kapasitas (tekstil), sehingga terjadi banyak sekali dumping. Jadi kita harus hati-hati untuk melindungi ekonomi kita di dalam negeri," kata Sri Mulyani.

Permendag No 8/2024, disebut Sri Mulyani memang mengalami beberapa kali revisi, namun akan terus berkomunikasi dengan kementerian terkait mengenai dampak revisi, terutama di sektor industri tekstil.

"Kalau kita mau relaksasi impor bahan baku untuk bisa diekspor, sehingga bisa seimbang bahan bakunya, tapi kemarin-kemarin ini memang banjirnya sampai Pasar Tanah Abang waktu itu sepi menyebabkan kita perketat masuk barang-barang," kata Sri Mulyani.

"Kemudian menimbulkan dampak kepada para penumpang. Ini direlaksasikan lagi. Kami terus komunikasi Kementerian terkait berkaitan tekstil dan besi-baja, itu adalah dua yang paling menjadi fokus," sambungnya.

Agus Gumiwang Minta Sri Mulyani Konsisten

Agus Gumiwang setuju dengan pernyataan Sri Mulyani bahwa dumping merupakan salah satu penyebab terpuruknya industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam negeri.

Agus mengapresiasi kebijakan Kementerian Keuangan yang selama ini mendukung industri TPT nasional.

Selanjutnya, Menkeu Sri Mulyani diharapkan konsisten antara pernyataan dan kebijakannya guna mendukung dan melindungi industri dalam negeri.

Kemenperin dalam lima tahun terakhir telah berupaya menyelamatkan industri TPT nasional dari persaingan global dan daya saing pasar domestik. Terhadap persaingan global, Kemenperin terus berupaya memperluas pasar dengan mempertahankan kualitas hasil produksi.

Sebagaimana diketahui, produk-produk barang jadi buatan Indonesia seperti pakaian jadi dan alas kaki telah diakui dan mendapatkan tempat tersendiri di negara tujuan ekspor, di antaranya Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Uni Eropa.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi penurunan ekspor yang diakibatkan oleh permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada terjadinya penurunan daya beli dari konsumen di negara tujuan ekspor, serta sulitnya mengakses pasar ekspor karena adanya pembatasan barang impor melalui kebijakan tarif barrier dan non-tariff barrier,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya.

Agar kondisi industri TPT nasional terus terjaga di tengah terjadinya penurunan ekspor, Kemenperin terus berupaya meningkatkan penyerapan produk TPT di pasar domestik.

Namun, daya saing industri TPT nasional di pasar domestik terganggu oleh importasi produk sejenis, terutama produk TPT hilir, dalam jumlah besar, baik yang masuk secara legal maupun ilegal.

“Selain itu, terdapat hasil produksi TPT di dunia yang tidak terserap oleh negara tujuan ekspor yang saat ini menerapkan restriksi perdagangan. Akibatnya, terjadi oversupply sehingga negara produsen melakukan dumping dan mencoba mengalihkan pasar ke negara-negara yang tidak memiliki proteksi pasar dalam negeri, salah satunya ke Indonesia,” jelas Menperin.

Praktik ini menunjukkan bahwa setiap negara produsen berusaha melindungi industri dalam negerinya dengan mengambil kebijakan dumping, dan hal ini merupakan suatu hal yang biasa dilakukan.

“Oleh sebab itu, kita yang seharusnya cepat mengantisipasi dengan pengambilan kebijakan trade remedies berupa kebijakan anti-dumping dan safeguard, serta kebijakan non-tariff lainnya,” jelas Menperin lebih lanjut.

Sementara itu, beberapa negara telah menerapkan kebijakan restriksi perdagangan, salah satunya India yang memberlakukan Quality Control Order (QCO) untuk produk viscose staple fiber (VSF) dan alas kaki.

Untuk mengamankan pasar domestik dari serbuan barang impor yang masuk, Kemenperin telah melakukan berbagai upaya yang menjadi kewenangannya, di antaranya meningkatkan kualitas hasil produksi melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mendorong pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Di samping itu, Kemenperin juga mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor yang sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO) berupa trade remedies, di antaranya adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).

“Keberhasilan upaya tersebut harus dilakukan secara komprehensif, tidak cukup oleh Kementerian Perindustrian sendiri karena kewenangannya tidak hanya di Kementerian Perindustrian saja,” tegas Menperin.

Menperin menjelaskan, terdapat BMTP Kain yang masa berlakunya telah berakhir pada 8 November 2022 dan hingga saat ini belum terbit perpanjangannya.

Meskipun perpanjangan BMTP Kain telah disetujui, namun hingga saat ini belum terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi dasar pelaksanaannya.

Ia menambahkan, di sinilah salah satu letak inkonsistensi pernyataan Menkeu.

Di satu sisi, menyalahkan praktik dumping yang dilakukan negara produsen TPT, namun di sisi lain, lambat atau tidak kunjung membuat kebijakan untuk pengamanan pasar TPT di dalam negeri.

Agus juga menyoroti bahwa berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebenarnya telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional.

Efektivitas pengendalian impor tersebut terlihat dari turunnya volume impor sebelum dan setelah pemberlakuan Permendag 36/2023.

Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut-turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton turun menjadi 2,20 ribu ton pada bulan Maret 2024 dan 2,67 ribu ton pada bulan April 2024.

Sementara itu, impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024.

“Demikian juga jika membandingkan data impor secara year on year (YoY), terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024,” kata Agus.

Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 tersebut juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah tumbuh positif sebesar 2,64 persen (YoY) di triwulan I 2024.

Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi yang terus mengalami peningkatan.

Khusus untuk industri tekstil, pada April dan Mei 2024 terjadi peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022.

IKI merupakan indikator yang menunjukkan optimisme para pelaku industri terhadap kondisi bisnis dalam enam bulan ke depan. Namun begitu, kondisi di lapangan saat ini telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.

Karenanya, Menperin melihat ketidakkonsistenan pernyataan dan kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai restriksi perdagangan sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil dengan kebijakan menghapus larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir berupa pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi.

“Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian Pertimbangan Teknis untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” kata Agus.

Hal ini juga berlaku untuk produk konsumsi lainnya, seperti alas kaki dan tas.

Untuk menjaga produktivitas dan daya saing industri TPT di dalam negeri, Kemenperin terus berupaya memastikan ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia industri, mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 pada sektor TPT, melanjutkan program pemulihan bagi industri TPT, serta promosi dan peningkatan permintaan dalam negeri melalui kampanye Bangga Buatan Indonesia.

“Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga kinerja dan membuktikan tidak tepatnya stigma sunset industry yang selama ini melabeli sektor TPT,” ucap Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas