Polemik Impor Ilegal Diyakini Rampung dengan Investigasi Menyeluruh
Herman menilai tuduhan terhadap perusahaan logistik sebagai pelaku peredaran barang impor, hanya akan merusak sistem perekonomian nasional.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik impor ilegal mesti dilihat menyeluruh, sebab ada pihak yang dirugikan dalam isu tersebut. Salah satunya, perusahaan logistik yang dituding menjadi kambing hitam dari polemik itu.
Ketua Umum ALI (Asosiasi Logistik Indonesia), Mahendra Rianto, menyinggung persoalan impor ilegal milik warga negara asing (WNA) di Penjaringan, Jakarta Utara. Satgas Impor Ilegal bentukan Kemendag mendalami peran perusahaan logistik dalam perkara itu.
“Sekarang kita ambil kasus yang kemarin terjadi, kasus itu kita mesti cek barang yang ada di gudang siapapun di negeri ini ketika dia tidak terlibat dalam pengurusan pelabuhan kepabeanannya maka dia tidak bisa dibilang ilegal karena kita tak tahu barang ini dari mana," kata Mahendra dalam keterangan yang dikutip Selasa (20/8/2024).
Menurut dia, selama ini, perusahaan logistik hanya perpanjangan tangan dari penerima barang. Mahendra menegaskan bila barang yang masuk ke Indonesia sudah tiba di darat atau saat lolos dari bea cukai, maka status barang tersebut sudah tidak bisa lagi disebut ilegal.
Baca juga: Kemenperin Belum Bisa Hitung Besaran Dampak Pemberantasan Barang Impor Ilegal
"Yang mengetahui adalah yang melalui kepabeanan. Siapa yang mengurus? Perusahaan yang ditunjuk. Kalau tidak terlibat dalam rangkaian itu dan barang ada di gudang, perusahaan tidak bisa dipersalahkan secara langsung,” tutur Mahendra.
Satgas menyidak gudang penuh barang impor ilegal di kawasan Kapuk Kamal Raya, Penjaringan, pada Jumat, 26 Juli 2024. Tim satgas menemukan smarphone, komputer, tablet, pakaian jadi, mainan anak, sepatu, sandal dan barang elektronik lainnya.
Atas hal itu, Mahendra mengingatkan pemerintah supaya tak asal menyalahkan pengelola gudang. Perlu investigasi menyeluruh supaya memahami siapa pihak yang sebenarnya bertanggung jawab.
“Kalau hanya sebagai pengelola gudang ya enggak bisa dipersalahkan. Tapi kalau sebagai forwarder, dan ada izin forwarder dan melakukan custom clearance istilahnya ya terhadap barang tersebut dan ternyata barang tersebut termasuk sebagai barang yang diatur tata niaganya dan melakukan pembenaran maka salah dia. Gampang sekali dicek,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menilai tidak perlu menuduh perusahan logistik terkait temuan barang impor ilegal ini. Menurut dia, perlu pembuktian terkait legalitas barang impor tersebut.
“Silakan saja dibuktikan melalui pembuktian satgas mafia impor. Jadi jangan sekedar menuduh, jadikan praduga tak bersalah sebagai basis,” katanya.
Herman menilai tuduhan terhadap perusahaan logistik sebagai pelaku peredaran barang impor, hanya akan merusak sistem perekonomian nasional.
Sikap Satgas yang tidak memeriksa para importir dan perbatasan yang dikelola oleh Bea Cukai sejak awal juga mengundang tanya Herman. Karena, menurutnya, satu-satunya ujung tombak masuknya barang impor ilegal ke Indonesia berada di perbatasan.
“Semua seharusnya ada di border (persoalannya). Harus ada pemeriksaan terhadap para importer. Saran ke Kemendag adalah tidak perlu ada tuduhan, silakan kalau indikasi buktikan dan beri sanksi kalau ada bukti,” tutur Herman.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Ditha Wiradiputra. Ia meminta pemerintah tidak mengkambinghitamkan perusahaan logistik saat tidak berhasil memberantas peredaran barang impor ilegal di Tanah Air.
“Dasar pembuktian yang jelas, ini bisa dikatakan mau cari kambing hitam atas ketidakberhasilan pemerintah,” ucapnya.
Bila memang ingin menyelesaikan persoalan barang impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia, lanjutnya, seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang jelas dan tegas. Misalnya, bila perusahaan logistik dianggap mencurigakan, maka aparat seharusnya menyasar pintu masuk barang-barang ilegal ini yang umumnya dimulai dari pelabuhan atau penerbangan.
“Kalau logistik kenapa nggak tunjuk pelabuhan? Kan dari sana. Kenapa nggak ke industri penerbangan? Kan kargo-kargo itu masuk dari sana semua,” tambahnya.