Ojol Demo Tuntut Legalitas, Pengamat: Bisa Kehilangan Fleksibilitas dengan Jam Kerja Diatur
Kominfo wajib mengevaluasi dan memonitoring segala bentuk kegiatan bisnis dan program aplikator yang dianggap mengandung unsur ketidakadilan.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tuntutan sekelompok pengemudi ojek online yang menamakan dirinya Koalisi Ojol Nasional untuk adanya legalisasi ojek online pada demonstrasi hari Kamis (29/8/2024) di kawasan Patung Kuda Jakarta menuai beragam reaksi di mata pengamat dan sesama pengemudi online.
Menanggapi tuntutan itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menampik kalau selama ini driver ojol tidak legal beroperasi di Indonesia.
"Saya rasa (driver ojol) legal, kalau enggak legal masa kita selama ini kalau naik ojol (dan) pesan makanan enggak legal? Enggak lah, legal kok. Apanya yang gak legal?" tutur Putri di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024) kemarin.
Baca juga: Keresahan Driver Ojol Demo di Jakarta Pusat: Sering Kena Sanksi hingga Keluhkan Potongan 30 Persen
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai tuntutan mitra ojek online yang menginginkan adanya status legalitas bagi para pekerja ojek online (ojol) dan kurir online dapat berdampak negatif bagi para pekerja itu sendiri.
Pasalnya, ojol yang merupakan bagian dari pekerja gig sangat menitikberatkan pada fleksibilitas waktu dalam bekerja.
“Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online dimana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Namun lagi-lagi masalahnya adalah ketika statusnya pekerja maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya,” ujar Nailul, Kamis (29/8/2024).
Formalisasi pekerja ojol, lanjutnya, sejatinya juga bisa menjebak driver pada jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah tanpa ada kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya.
Oleh karenanya, menurut Nailul, masalah sebenarnya adalah bukan di dalam status sebagai angkutan umum. Sebab sejak awal tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan.
Isu legalisasi ojol ini sejatinya sudah bergulir sejak tahun lalu, ketika Kemnaker mengajukan draft Permenaker Ojek Online. Sebab saat itu, mayoritas driver ojol menolak pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.
Seperti diberitakan, ratusan driver ojek online (ojol) melakukan aksi unjuk rasa di depan Patung Kuda, Monas, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2024).
Aksi unjuk rasa diikuti driver ojol dari sejumlah aplikasi yang berbeda.
Keresahan driver ojol antara lain, mudahnya mereka terkena sanksi hingga keberatan terkait besaran potongan aplikasi.
Seorang driver aplikasi oranye, Melisa Pardede, mengatakan dirinya sering kali di-suspend atau disanksi karena menolak atau membatalkan orderan yang masuk.
"Kami berharap pihak aplikasi jangan menekan mitra, kami mau uang, enggak ada yang enggak mau uang," katanya, Kamis, dilansir Wartakota.