Ekonomi Diklaim Tumbuh 5 Persen, Tapi PHK di Mana-mana, CELIOS: Terjadi Informalisasi Tenaga Kerja
Kasus PHK di Indonesia menimpa 46.000 ribu pekerja selama rentang periode Januari-Agustus 2024.
Penulis: Choirul Arifin
Sebagai perbandingan, selama tahun 2023 total angka PHK mencapai 64.855 orang.
Mengatasi gelombang PHK tersebut, Ida Fauziyah mengatakan pihaknya akan terus melakukan mitigasi agar jangan sampai PHK itu terjadi lagi antara lain dengan mempertemukan manajemen perusahaan dengan pekerja agar bisa menekan angka PHK.
Terjadi Informalisasi Sektor Tenaga Kerja Besar-besaran
Terkait maraknya gelombang PHK ini, Direktur Ekonomi Digital dan ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak berkualitas, karena salah satu indikatornya adalah terlalu kedap dalam menyerap tenaga kerja.
"Dahulu, 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga lebih dari 400.000-an tenaga kerja. Saat ini 1 persen ekonomi hanya menyerap 100.000-an tenaga kerja saja."
"Jadi memang masih jadi PR dalam hal kualitas pertumbuhan ekonomi," ungkap Nailul kepada Amalia Nur Fitri dari Kontan.
Dia menilai, kondisi sektor ketenagakerjaan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa dibilang terjadi informalisasi, dimana tenaga kerja informal sangat dominan.
Baca juga: Sejak Januari 2024 Sudah Ada 46 Ribu Pekerja di PHK, Perusahaan di Jawa Tengah Mendominasi
Dia menjabarkan saat ini, sebanyak 59 persen lebih tenaga kerja bekerja di sektor informal alias bukan di sektor industri atau pabrik.
Problemnya, tenaga kerja informal tidak memiliki perlindungan sosial yang mumpuni dan seringkali tidak ada perlindungan.
Dilihat dari sisi pendapatan pun, pendapatan rata-rata pekerja informal jauh di bawah upah minimum, sehingga secara kesejahteraan lebih buruk.
"Saya bisa dibilang Jokowi melakukan informalisasi tenaga kerja," ujarnya.
Ketiga, terjadinya deindustrialisasi prematur yang menunjukkan kinerja sektor industri manufaktur tidak optimal. Nailul menyatakan, proporsi industri manufaktur terhadap PDB hanya 18 persen.
Padahal 10 tahun yang lalu, proporsi pernah mencapai 20 persen lebih.
PMI Manufaktur juga terus melambat dalam beberapa bulan terakhir yang terus menekan sektor manufaktur. Belum juga ditambah serbuan produk impor yang semakin menekan industri dalam negeri.
Baca juga: Serikat Buruh: UU Cipta Kerja Biang Kerok Badai PHK di Industri Tekstil
Dia juga menyoroti UU Cipta Kerja yang tidak ada gunanya karena tidak ada investasi yang masuk membawa penyerapan tenaga kerja yang besar. Sebaliknya, sektor industri porsinya terus menurun dibandingkan PDB nasional.