GAPPRI: Pemerintah Kehilangan Pendapatan Rp 53 Triliun, 28 Persen Perokok Konsumsi Rokok Ilegal
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengungkap negara telah merugi triliunan rupiah karena rokok ilegal.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
"Dengan dinaikkannya tarif cukai, pemain rokok ilegal pun semakin mendominasi," jelas Henry. Menurutnya, tingkat peredaran rokok ilegal disebut kerap beriringan dengan kenaikan harga rokok atas kebijakan tarif cukai.
Pada 2019 saat tidak ada kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal menurun dari tahun sebelumnya. "Pada 2020, ketika terjadi kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal mengalami peningkatan," ucap Henry.
Baca juga: GAPPRI Khawatirkan Peredaran Rokok Ilegal Makin Masif Pasca Kenaikan Tarif Cukai dan PP Kesehatan
Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah dinilai cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai.
Maka dari itu, Henry meminta pemerintah tidak menaikkan tarif CHT di tahun 2025. "Mengingat IHT akan terbebani akibat rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 10,7 persen," ujarnya.
Berikutnya, ia berharap pemerintah tidak melakukan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif dan golongan.
Hal itu agar menjaga kinerja IHT dalam rangka tetap mendorong optimalisasi penerimaan cukai dan pajak. "GAPPRI juga menolak arah kebijakan cukai yang mendekatkan disparitas tarif antar layer," ucap Henry.
Lalu, Henry mendorong operasi gempur rokok ilegal agar terus dilakukan secara konsisten dan terukur.
Saat ini, dampak kenaikan tarif cukai rokok disebut sudah terlalu tinggi. "Pasar rokok sudah leluasa beredar rokok ilegal dan strukturnya semakin kuat," tutur Henry.
Ia juga mengharapkan Aparat Penegak Hukum (APH) agar terus menerus meningkatkan penindakan rokok ilegal secara extraordinary. Lewat penindakan secara extraordinary, diharapkan peredaran rokok ilegal bisa ditekan dan dihilangkan.