Bank Dunia Sebut Harga Beras RI Termahal di ASEAN, Begini Pendapat Ekonom
Harga beras di Indonesia bisa mahal karena sebagian disebabkan oleh beberapa kebijakan yang mendistorsi harga.
Penulis: Erik S
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Rachmi menyebut petani bahagia karena harga gabah mereka dibeli di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Kemudian, Nilai Tukar Petani (NTP) petani khususnya tanaman pangan saat ini juga disebut sedang bagus.
"Mungkin dalam 10 tahun terakhir saat ini NTP petani untuk tanaman pangan (paling) tinggi," ucap Rachmi.
Menurut Rachmi, itu artinya pemerintah hadir di tengah-tengah antara petani dan konsumen.
"Petani mendapatkan harga bagus, kemudian di konsumen juga masyarakat dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang baik," tutur Rachmi.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Bank Dunia, Carolyn Turk membeberkan hasil survei yang menyebut harga beras di Indonesia tertinggi di ASEAN. Sedangkan kesejahteraan petani Indonesia paling jeblok.
"Kami memperkirakan bahwa konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas," katanya ketika memberi sambutan di acara Indonesia International Rice Conference 2024 yang berlangsung di Bali International Convention Center, Kamis (19/9/2024).
Di saat harga beras di Indonesia menjadi yang termahal, petani di RI justru mendapatkan pendapatan yang rendah.
Carolyn menyebut kebanyakan pendapatan petani marjinal seringkali jauh di bawah upah minimum sampai di bawah garis kemiskinan.
"Bercocok tanam padi di Indonesia secara umum menghasilkan keuntungan yang cukup rendah. Hampir 87 persen petani Indonesia memiliki lahan kurang dari dua hektare dan dalam kelompok ini dua pertiganya memiliki lahan kurang dari setengah hektare," ujarnya.
Merujuk hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, Carolyn mengatakan pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari satu dolar AS sehari atau 341 dolar AS setahun.
Survei tersebut juga menyoroti bahwa pendapatan dari bercocok tanam tanaman pangan, khususnya padi, jauh lebih rendah daripada pendapatan dari tanaman perkebunan atau dari pertanian hortikultura
"Jadi, keuntungan yang diperoleh dari bercocok tanam padi rendah. Di sisi lain, konsumen membayar harga beras yang tinggi," tutur Carolyn.
Menurut dia, harga beras di Indonesia bisa mahal karena sebagian disebabkan oleh beberapa kebijakan yang mendistorsi harga, sehingga menaikkan harga produksi dan melemahkan daya saing pertanian.
"Distorsi harga juga dapat disebabkan oleh tindakan non-tarif yang melampaui pembatasan kuantitatif impor," jelas Carolyn