Kemasan Polos Ancam Industri Rokok Elektronik, Kadin Jakarta: Kemenkes Perlu Kaji Ulang
Kadin Jakarta menilai aturan kemasan polos tanpa merek bagi rokok elektronik, berpotensi mempersulit keberlangsungan industri
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menilai aturan kemasan polos tanpa merek bagi rokok elektronik, yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) berpotensi semakin mempersulit keberlangsungan industri di tengah tertekannya perekonomian nasional.
Oleh sebab itu, Kadin mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes), selaku penggagas, untuk mengkaji ulang beleid tersebut bahkan menganulir rencana penerbitan RPMK ini.
Baca juga: Pakta Konsumen Nilai Kebijakan Kemasan Rokok Polos Bakal Rugikan Pemerintahan Prabowo
Ketua Umum Kadin DKJ Diana Dewi, mengatakan aturan tersebut sangat diskriminatif bagi para pelaku usaha dan pemangku kepentingan terkait di industri hasil tembakau, termasuk rokok elektronik.
“Tentunya Kemenkes tidak saja perlu mempertimbangkan, tapi menganulir rencana penerbitan RPMK tersebut. Kami sarankan, Kemenkes membicarakan dulu hal tersebut, baik dengan pelaku usaha, stakeholders keuangan, pengamat, serikat pekerja dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan,” ujar Diana, Kamis (24/10/2024).
Baca juga: Beberkan Dampak Negatif, Petani Cengkeh Tolak PP 28/2024 dan RPMK Kemasan Polos Tanpa Merek
Dia meyakini, jika aturan tersebut tetap dipaksakan, maka produk-produk tembakau dan rokok elektronik ilegal akan semakin marak di pasaran. Sebab, produsen tidak boleh menampilkan identitas merek.
Kondisi tersebut berpotensi memicu peralihan konsumsi dan mempersulit pemerintah dalam melakukan pengawasan. Dampak terbesarnya adalah tergerusnya penerimaan negara dari cukai.
“Sulit melakukan pengawasan di lapangan karena tak ada merek pada produk yang dijual. Juga berpotensi munculnya duplikasi-duplikasi produk yang tidak bisa dijamin kualitasnya, di mana masyarakat akan sulit membedakan mana produk yang asli dan mana yang palsu. Selain itu, dengan mudah akan masuk barang-barang ilegal,” tutur Diana.
Kondisi tersebut tentu memperburuk keberlangsungan industri rokok elektronik yang akan berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca juga: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Tuai Kritik, Pakar Minta Lakukan Evaluasi
Apalagi mayoritas pelaku usaha di sektor ini merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Oleh karenanya, Kadin DKJ meminta agar Kemenkes lebih bijaksana dalam merancang regulasi agar tidak mematikan pelaku usaha.
Secara umum, Diana menambahkan kondisi perekonomian Indonesia belum stabil. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu memperhatikan pelaku usaha, termasuk UMKM, agar tidak dibebankan dengan aturan-aturan baru yang berpotensi memunculkan banyak masalah.
“Kami mendorong Kemenkes untuk lebih membuka diri dan mau menerima koreksi dari sejumlah pihak. Terhadap aturan tersebut, ada baiknya ditinjau ulang,” tegasnya.
Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Budiyanto sangat menyayangkan upaya Kemenkes mendorong regulasi yang menimbulkan tantangan besar bagi industri rokok elektronik cair dan padat.
Senada dengan Diana, jika tidak ditinjau ulang, menurut Budiyanto, hal ini dapat mengakibatkan penurunan kontribusi cukai rokok elektronik, yang tentunya akan berdampak negatif terhadap pencapaian target ekonomi nasional.
“Kami berharap Kadin dan pemerintah dapat bekerja sama untuk meninjau kembali demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujar Budiyanto.