Pailit, Sritex Punya Utang Rp25 Triliun, 20 Ribu Pekerja Terancam PHK dan Tak Dapat Pesangon
Sritex telah pailit berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, salah satu raksasa tekstil di Indonesia, telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, utang Sritex mencapai Rp 25 triliun, sedangkan asetnya hanya sekitar Rp 15 triliun.
"Jadi setahu info yang saya dapat beberapa waktu lalu, utang Sritex Group ini kan besar, bahkan lebih besar daripada asetnya," katanya kepada Tribunnews, Kamis (24/10/2024).
Ristadi menjelaskan bahwa jika Sritex dapat memenuhi komitmen pembayaran utang sesuai perjanjian, situasi ini sebenarnya bisa dihindari.
Baca juga: Penyebab Raksasa Tekstil PT Sritex Dinyatakan Pailit
Namun, kondisi tersebut tidak terpenuhi, sehingga kreditur yang merasa dirugikan terpaksa mengajukan gugatan pailit.
"Kreditur yang menggugat pailit ini mungkin sudah tidak sabar dan mungkin dia juga membutuhkan dana untuk perusahaannya, sehingga melakukan gugatan pailit," ujar Ristadi.
Kondisi ini berpotensi mengancam sekitar 20 ribu pekerja Sritex.
Dalam situasi kepailitan, Ristadi memandang bahwa para pekerja seringkali menjadi pihak yang paling terdampak.
Apalagi dengan Sritex yang memiliki utang lebih besar dari aset, para pekerjanya berpotensi terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Nasib pekerjanya tentu akan terancam PHK dan juga sekaligus tidak akan mendapatkan pesangon karena aset yang dijual akan habis untuk membayar utang-utang entah itu ke bank, pajak, dan supplier-supplier. Biasanya pesangon akan dibelakangkan," ucap Ristadi.
Ristadi memiliki pengalaman menangani kasus seperti ini.
Berdasarkan pengalamannya, ketika perusahaan mengalami kepailitan dengan utang lebih besar daripada aset, pekerja hanya menerima sekitar 2,5 persen dari hak yang seharusnya mereka terima.
Ada beberapa kasus perusahaan lain yang Ristadi ketahui, pekerjanya di-PHK karena pailit dan tidak mendapatkan pesangon.
"Hak pekerja itu hanya dikasih belas kasian. Ini memang mengerikan kalau pailit ini tidak dibatalkan," tutur Ristadi.
Ristadi mengaku mendengar kabar bahwa pihak manajemen Sritex sedang melakukan upaya kasasi untuk membatalkan keputusan pailit.
Namun, jika upaya tersebut gagal dan pailitnya terjadi, konsekuensi yang timbul akan sangat berdampak pada para pekerja.
Pekerja tidak hanya berpotensi di-PHK, tetapi juga kehilangan hak pesangon mereka.
"Jika kasusnya ditolak dan pailitnya terjadi, maka ini akan berdampak pada sisa pekerja yang ada di Sritex itu," tutur Ristadi.
"Kurang lebih sekitar 20 ribu pekerja ini akan terancam PHK dan terancam tidak mendapatkan pesangon. Menyedihkan memang situasi Sritex," pungkasnya.
Adapun Informasi bahwa Sritex telah pailit berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor padai Senin 21 Oktober 2024.
"Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya," bunyi petitum perkara tersebut, dikutip dari Kompas.com.
Pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Adapun pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon.
Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk dan sejumlah perusahaan terafiliasi pemilik Sritex yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Dengan demikian, putusan Sritex pailit tersebut sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi). Adapun perkara ini telah didaftarkan sejak 2 September 2024.