Transisi Energi untuk Semua: Majukan Pendidikan, Budaya hingga Lingkungan
PLN sebagai poros terdepan hilirisasi pembangkit listrik tenaga (PLT) EBT, bisa mewujudkan target pengembangan energi bersih
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Sri Juliati
Tambahan informasi, PLTSa berkapasitas 5 MW ini menggunakan bahan bakar sampah yang dikelola oleh masyarakat. Memanfaatkan teknologi gasifikasi plasma, sampah rumah tangga yang menjadi masalah lingkungan bisa diolah menjadi bahan baku listrik yang ramah lingkungan.
Meskipun melalui proses pembakaran, penggunaan sampah sebagai bahan energi tidak akan mencemari lingkungan sekitar, karena gas yang dihasilkan dari proses ini bebas dari bahan kimia maupun kandungan lainnya yang berbahaya.
PLN dan pengembang PLTSa Putri Cempo yaitu PT Solo Citra Metro Plasma Power sebelumnya telah menyepakati harga jual beli listrik sebesar 13,35 sen dolar AS per kwh atau setara Rp 1.800 per kWh. Sebagai pembeli, PLN siap menyerap listrik untuk disalurkan ke masyarakat luas.
Gibran kala itu pada awal 2022 menjelaskan, Pemkot Surakarta mampu mengolah 545 ton sampah per hari untuk didistribusikan ke PLTSa ini. Dengan menggunakan incinerator, energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah tersebut untuk menggerakan generator yang kemudian menghasilkan listrik.
Pemkot Solo juga memastikan dukungannya untuk mempercepat selesainya PLTSa ini dari sisi pengadaan lahan.
“Kami memberikan dukungan penuh dari sisi pengadaan lahan sehingga proyek ini bisa segera selesai. Sebab, PLTSa ini juga menjadi pilot project Pemkot agar juga bisa menciptakan lingkungan yang sehat khususnya di wilayah kota Surakarta,” ujar Gibran.
Tak hanya itu, keberadaan proyek ini juga turut mencetak lapangan kerja bagi warga sekitar. Pasalnya, dalam pembangunan konstruksi PLTSa terbesar di Jawa Tengah ini pengerjaannya melibatkan 100 persen tenaga kerja lokal.
Industri Kecil Menengah
Transisi energi bersih di Kota Solo bahkan diprakasi juga oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM). Seperti yang telah dilakukan oleh para saudagar batik Kampoeng Batik Laweyan.
Sudah sekitar setahun beberapa pengusaha batik menggunakan panel surya untuk mendukung kampanye hemat energi.
Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, Alpha Febela Priyatmono dihubungi pada Kamis (14/11/2024) menyebutkan, penggunaan panel surya sebagai langkah Kampoeng Batik Laweyan menuju Green Batik.
“Artinya Green Batik adalah proses pembatikan dan operasionalnya merupakan proses ramah lingkungan. Tak hanya kegiatan memproduksi batik itu sendiri, sorum atau toko penjualannya juga kita sulap hemat energi,” jelas dia.
Untuk itu, lanjutnya, panel surya sebagai salah satu motor penggerak kegiatan membatik dipilihnya mengurangi emisi yang dihasilkan. Ia juga ingin memanajemen kebutuhan listrik untuk memisahkan kebutuhan usaha dengan rumah tangga.
“Dengan pakai panel surya sudah ketahuan, kebutuhan listrik untuk kompor listrik memanaskan malam batik, lalu penerangan workshop, sampai listrik sorum sudah terbukti menghemat listrik,” katanya.
Kolaborasi dan Keberlanjutan
Bentuk kolraborasi PLN untuk transisi energi baru saja diimplementasikan dengan komunitas global dalam Conference of the Parties (COP) Ke-29 yang digelar di Baku, Azerbaijan, pada 11-24 November 2024. Langkah ini sebagai upaya PLN mendukung komitmen Indonesia dalam transisi energi berkelanjutan.
Dalam program ini, Indonesia menargetkan penambahan 100 GW kapasitas pembangkit listrik untuk 15 tahun ke depan, dengan 75 persen atau 75 GW berasal dari energi terbarukan, serta mengurangi emisi karbon melalui teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
PLN juga berkolaborasi dengan Tiongkok untuk mengembangkan Transformasi Digital & Demand Creation dalam Indonesia - China Business Forum 2024 pada Minggu (10/11/2024).
Forum ini bertujuan memperkuat hubungan ekonomi, mendorong perdagangan bilateral, dan mempromosikan peluang investasi antara Indonesia dan Tiongkok. Sinergi ini diharapkan dapat memastikan generasi mendatang menikmati kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Adapun PLN mendukung Pemerintah dalam menciptakan ekosistem investasi yang berkelanjutan demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Komitmen ini tercermin melalui salah satu layanan PLN yang mampu menghadirkan listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) atau Green Energy As a Service (GEAS) guna memenuhi perkembangan kebutuhan industri di Tanah Air.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menegaskan kesiapan PLN untuk mendukung visi Pemerintah dalam menciptakan ekosistem investasi yang berbasis energi bersih. Dalam hal ini, PLN telah memiliki layanan khusus untuk menjawab kebutuhan industri akan suplai listrik bersih yang andal dan terjangkau, dengan salah satu produk andalannya ialah Renewable Energy Certificate (REC).
“Melalui layanan ini, Kami siap mendukung arah investasi yang berkelanjutan yang tengah difokuskan Pemerintah. Langkah ini juga selaras dengan upaya kita untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) di tahun 2060,” tutur Darmawan.
Darmawan memaparkan, pasokan listrik dari layanan GEAS bersumber dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Sampai saat ini, layanan GEAS telah dinikmati oleh berbagai perusahaan nasional mau pun global di Tanah Air.
“Sejalan dengan tingginya komitmen sektor industri untuk mendukung dekarbonisasi di Indonesia, PLN menyediakan listrik hijau lewat REC yang diakui secara internasional. Setiap sertifikat REC membuktikan bahwa listrik per megawatt hour (MWh) yang digunakan berasal dari pembangkit EBT atau nonfosil,” kata Darmawan.
Hingga September 2024, layanan listrik hijau REC PLN telah dinikmati ribuan pelanggan dengan total 9.776 transaksi yang penjualannya mencapai 4,01 juta Megawatt hours (MWh). Angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan dibanding periode yang sama di tahun 2023 yang mencapai 2.554 transaksi dengan penjualan sebesar 2,33 juta MWh.
Pertumbuhan ini mencerminkan komitmen kuat PLN dalam mendukung transisi energi hijau melalui peningkatan penggunaan sertifikat energi terbarukan di Indonesia.
Darmawan menambahkan, pihaknya akan terus meningkatkan kapasitas energi bersih untuk memenuhi permintaan listrik hijau untuk industri yang semakin tinggi.
”Dalam hal ini kami juga telah berhasil menambah dua pembangkit sebagai sumber REC. Sehingga saat ini kami memiliki 8 pembangkit yang dapat menerbitkan REC dengan kapasitas produksi mencapai 4,7 juta unit REC atau 4,7 TWh per tahun dan jumlah tersebut akan terus bertambah,” jelas Darmawan.
Adapun dua pembangkit sumber REC yang berhasil ditambah PLN tahun ini ialah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Nusa Tenggara Timur dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Orya Genyem di Papua.
Dua pembangkit berbasis EBT di atas telah bergabung dengan 6 pembangkit lain yang selama ini telah menyuplai listrik hijau REC PLN yaitu PLTP Ulubelu, PLTA Cirata, PLTP Kamojang, PLTM Lambur, PLTA Bakaru, dan PLTP Lahendong.
(***)