Puluhan Ribu Pekerja Sritex Bakal di PHK Akibat Stok Bahan Baku Menipis, Ini Sikap Menaker Yassierli
Sritex tak bisa mendapatkan bahan baku karena kegiatan impor mereka sudah ditahan Bea Cukai akibat kondisi perusahaan sedang dalam pailit.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli merespons karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang terancam terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena stok bahan baku yang dimiliki perusahaan sudah menipis.
Saat ini, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia itu sudah merumahkan 2.500 karyawannya karena bahan baku yang akan segera habis.
Stok bahan baku yang semakin menipis setiap harinya, diprediksi akan habis dalam beberapa pekan ke depan.
Sritex tak bisa mendapatkan bahan baku karena kegiatan impor mereka sudah ditahan Bea Cukai akibat kondisi perusahaan sedang dalam pailit.
Baca juga: Cerita Karyawan PT Sritex: Dirumahkan, Harus Putar Otak Penuhi Kebutuhan Sehari-hari
Yassierli memastikan pihaknya selalu memonitor perkembangan kondisi Sritex, utamnya yang terkait dengan ketenagakerjaan.
"Itu harus kita lihat nanti. Artinya kan dari kementerian kita monitor terus. Itu yang bisa kita sampaikan," katanya ketika ditemui saat sedang mengunjungi Menara Kompas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).
Satu hal pasti yang menjadi perhatian Kemnaker adalah Sritex tetap memenuhi hak-hak karyawannya.
Selain itu, ia mengaku Kemnaker tak bisa melakukan apapun karena tidak bisa mengintervensi kerja dari kurator yang menangani Sritex.
"Ada beberapa yang memang itu sudah wewenang kurator. Kalau dalam proses sekarang kita enggak bisa intervensi. Sekarang kan sedang ada proses hukum. Kita tunggu itu," ujar Yassierli.
Ia pun berharap kurator bisa menjalankan tugasnya secara baik.
Jika nantinya ada penambahan karyawan yang diliburkan, Yassierlie mengingatkan Sritex untuk tetap memenuhi hak-hak mereka.
"Kita berharap kuratornya kemudian bisa menjalankan (tugas) sebaiknya. Kemudian kita berharap perusahaan kalau terkait dengan produksi itu tetap bisa melakukan produksi dengan baik, kalau diliburkan hak-hak pekerjanya juga tertunaikan," ucapnya.
Sebelumnya, Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto mengungkap bahwa keputusan merumahkan karyawannya ini karena keterbatasan stok bahan baku yang mereka miliki.
Umur dari ketersediaan stok bahan baku yang sekarang dimiliki Sritex disebut hanya bertahan hingga tiga pekan mendatang.
"Jadi ketersediaan bahan baku ini sekarang kekuatannya sampai 3 minggu ke depan," kata Iwan dalam konferensi pers bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024).
Meski diliburkan, ia mengatakan hak pekerja seperti gaji masih dibayarkan oleh perusahaan.
Ia mengatakan, jumlah karyawan yang diliburkan akan terus bertambah apabila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas untuk izin keberlanjutan usaha.
Ada proses going concern yang harus cepat diputuskan oleh hakim pengawas.
Apabila bisa diputuskan oleh hakim pengawas, Iwan merasa itu akan bisa membantu keberlangsungan Sritex. "Bila itu ada, kita kembali lagi (beroperasi)," ujar Iwan.
Saat ini, yang menjadi ganjalan adalah visi misi dari kurator dan manajemen berbeda.
Iwan menilai visi kurator selalu mengedepankan pemberesan atau tidak peduli dengan keberlangsungan usaha.
Di sisi lain, ia menyebut manajemen melihatnya dari keberlangsungan usaha dan melanjutkan usaha ini.
"Kita sebenarnya ini mengharapkan bahwa keberlangsungan harus cepat dijalankan supaya yang diliburkan ini bisa bekerja lagi seperti biasa," ucap Iwan.
"Ini keberlangsungan usaha ini adalah pokok dalam menunggu bridging, dalam menunggu kasasi," pungkasnya.
Terancam PHK Besar-besaran
Puluhan ribu karyawan Sritex terancam kehilangan pekerjaan.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan bahwa begitu Sritex dinyatakan pailit, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan langsung memblokir aktivitas perusahaan karena Sritex berada dalam kawasan berikat.
"Tidak boleh ada arus barang masuk (dan) keluar," kata Yeka ketika ditemui Tribunnews di Hotel Le Meridien Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Bahan baku termasuk barang yang tidak diizinkan masuk. Akibatnya, Sritex hanya memiliki waktu sekitar dua hingga tiga pekan sampai bahan baku yang sekarang dimiliki habis.
Dampak langsung dari kebijakan ini adalah dirumhakannya 2.500 karyawan Sritex, dengan kemungkinan lebih banyak lagi bisa mengalami hal serupa jika masalah bahan baku tidak segera teratasi.
Jumlah karyawan yang sekitar 20 ribu itu pun terancam diliburkan jika bahan baku benar-benar habis dalam dua hingga tiga pekan ke depan.
"Kalau sudah itu bahan baku habis bagaimana? Ya, tidak ada lagi yang dikerjakan oleh karyawan. Nah pertanyaannya, kalau seperti begitu, apa yang akan terjadi? Boleh dong Ombudsman berpikir, mewaspadai, munculnya PHK besar-besaran," ujar Yeka.
"Tapi perusahaan berdalih tidak akan PHK kalau itu terjadi, akan diliburkan, tapi dibayar gajinya. Itu kan biaya beban, mau sampai kapan? Itu pertanyaannya," lanjutnya.
Aksi Pemerintah Dipertanyakan
Yeka pun mempertanyakan pemerintah yang dianggap belum memiliki rencana jelas untuk menyelamatkan Sritex.
Pemerintah dinilai harus segera turun tangan jika mereka serius ingin menyelamatkan Sritex.
Ada batas waktu yang tidak bisa ditunda-tunda, yaitu selama dua hingga tiga pekan tersebut sampai bahan baku bisa habis dan aktivitas produksi berhenti total.
"Kan Presiden ngomong mau menyelamati, wakil menteri ngomong mau menyelamati, enggak akan ada PHK satu orang pun, katanya. Pertanyaan saya, ini ada urgent, bahan baku habis mau gimana? Apa contigency plan (rencana darurat) mereka?" ucap Yeka.
"Makanya Ombudsman memberikan peringatan kepada pemerintah. Kalau kalian memang benar serius mau bantu Sritex, ada masa yang tidak bisa kalian permainkan, yaitu apa? Tiga minggu. Dasarnya apa? Bahan baku habis," sambungnya.