Indonesia akan Kekurangan Beras di Awal 2025, Bulog Diminta Guyur Cadangan Milik Pemerintah
Defisit beras diproyeksikan terjadi pada Januari 2025 sebesar 1,39 juta ton dan pada Februari 2025 sebesar 0,51 juta ton.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia diperkirakan akan menghadapi defisit beras pada awal 2025.
Berdasarkan data Kerangka Sampel Area Padi Badan Pusat Statistik November 2024, produksi diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah konsumsi masyarakat.
Defisit beras ini diproyeksikan akan terjadi pada Januari 2025 sebesar 1,39 juta ton dan pada Februari 2025 sebesar 0,51 juta ton.
Oleh karena itu, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono menilai upaya stabilisasi harga melalui Cadangan Beras Pemerintah (CBP) menjadi penting untuk dilakukan.
Baca juga: Produksi Beras RI Selama 2024 Hampir 31 Juta Ton, Mentan: Alhamdulillah Hanya Minus 500 Ribu
"Ini harus kita antisipasi dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang atau menengah," kata Edy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2024, dikutip dari YouTube Kemendagri pada Selasa (31/12/2024).
Dalam jangka pendek, menurut Edy, Perum Bulog perlu menyalurkan CBP untuk membantu menstabilkan harga.
Penyaluran beras ini disebut harus diutamakan kepada daerah-daerah yang mengalami lonjakan harga beras secara tinggi.
Menurut Edy, penyaluran beras perlu dilakukan hingga Februari 2025, sebelum memasuki masa panen raya pada Maret dan April yang diharapkan dapat meningkatkan produksi beras dalam negeri.
"Bulog, atas arahan Badan Pangan Nasional, tentu saja perlu menyalurkan beras SPHP dan fokus di daerah-daerah dengan harga beras yang tinggi. Ini kita harus lakukan. Jadi dengan melepas CBP yang ada di Bulog untuk stabilisasi harga, paling tidak sampai dengan tahun depan bulan Februari," ujarnya.
Selain langkah jangka pendek, Edy menyebut perlu juga dipersiapkan strategi jangka menengah.
Salah satu langkah tersebut adalah mengoptimalkan lahan-lahan yang selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Edy menjelaskan bahwa ada sekitar 1,5 juta hektare lahan bera, yaitu lahan yang sebenarnya bisa digunakan untuk pertanian, tetapi tidak ditanami karena berbagai alasan.
Merujuk data BPS, ia menyebut ada sekitar 51 persen dari lahan bera ini berpotensi untuk ditanami.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.