Epidemiolog: Paru dan Jantung Jadi Organ Vital yang Berpotensi Rusak Pasca Pulih dari Covid-19
Orang yang dinyatakan pulih dari virus corona namun memiliki komorbid masih harus mewaspadai dampak yang akan ditimbulkan meski sudah pemulihan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang yang dinyatakan pulih dari virus corona (Covid-19) namun memiliki penyakit penyerta (komorbid) tentunya masih harus mewaspadai dampak yang akan ditimbulkan virus ini meskipun mereka telah melalui masa pemulihan.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa banyak masyarakat yang masih belum memahami tentang dampak Covid-19 pasca seseorang dinyatakan negatif setelah menjalani masa perawatan.
"Pertama, harus dipahami bahwa Covid ini, walaupun sudah cukup banyak kita ketahui tentang Covid, tapi masih juga belum utuh ya, belum lengkap (informasi yang didapatkan) tentag penyakit Covid ini.
Baca juga: Wiku: Pengetatan Mobilitas Pelaku Perjalanan Mencegah Penyebaran Mutasi Virus Corona
Baca juga: Irlandia Utara Lebih Takut Varian Virus Corona dari Inggris Dibanding dari India
Salah satunya adalah bagaimana dampaknya, yang disebut pulih itu seperti apa," ujar Dicky, kepada Tribunnews, Jumat (7/5/2021).
Mereka yang memiliki gejala ringan bahkan Orang Tanpa Gejala (OTG) pun berpotensi merasakan dampaknya pada organ tubuh, khususnya organ penting seperti paru dan jantung.
"Yang jelas, pada orang yang bergejala ringan atau tidak bergejala, ternyata ada kerusakan organ ya, terutama di organ paru dan jantung," kata Dicky.
Terlebih saat seseorang yang menderita Covid-19 atau telah dinyatakan pulih ini, sejak awal memiliki komorbid yang terletak pada kedua organ tersebut, seperti penyakit Tuberkulosis, asma maupun jantung.
Meskipun dampak kerusakan bisa saja terjadi pada organ tubuh lainnya, namun yang perlu diwaspadai adalah dua organ utama ini.
"Nah tentu ini menjadi akan lebih berdampak serius ketika orang tersebut juga memiliki penyakit di dua organ itu yang utama ini ya. Organ lain juga ada yang terdampak sama, tapi ini yang lebih dominan ya paru dan jantung ini," tegas Dicky.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa kata 'pulih' dari Covid-19 tidak sepenuhnya dipandang sebagai hal yang 'benar-benar sembuh'.
Hal itu karena biasanya ada dampak yang ditimbulkan setelah seseorang terkena Covid-19, ini yang disebut dengan istilan 'Long Covid'.
"Sehingga orang yang pulih ini makanya nggak bisa dianggap sebagai satu hal yang merasa aman, tidak seperti itu. Bahkan potensi pada gangguan jangka panjangnya juga tetap ada," papar Dicky.
Untuk mengantisipasi dampak kerusakan yang bisa saja terjadi pada organ vital tubuh seseorang pasca pulih dari Covid-19, ia pun mengimbau kepada mereka yang belum terpapar virus ini untuk melakukan tindakan pencegahan, termasuk bagi mereka yang berusia muda dan produktif.
"Nah inilah sebabnya kenapa prinsip mencegah terinfeksi jauh lebih penting daripada (pemikiran) 'ya sudah, kita masih muda'. Nggak ada, alasan seperti itu sangat berbahaya ya, dasar pemikiran seperti itu," tutur Dicky.
Selain itu, Dicky kembali menegaskan bahwa Long Covid tidak hanya dialami mereka yang memiliki komorbid, namun juga setiap orang yang secara fisik terlihat sehat dan bugar.
"Dan sekal lagi, jangankan yang memiliki komorbid, yang dianggap secara umum sehat pun, kondisinya bugar dan tidak memiliki komorbid, bukan berarti tidak ada fatalitas pada kelompok itu, ada, yang meninggal juga ada," pungkas Dicky.