Pemerintah Masukkan Cakupan Vaksinasi ke Dalam Indikator Penentuan Level PPKM di Jawa-Bali
Sebelumnya, indikator penentuan level PPKM terdiri dari laju penularan dan respon kesehatan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pemerintah akan memasukkan cakupan vaksinasi ke dalam indikator penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam Konferensi pers virtual yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Senin (13/9/2021).
"Oleh karena itu sekali lagi sebagai salah satu tahap proses transisi untuk hidup bersama Covid 19, telah diputuskan untuk memasukkan indikator cakupan vaksinasi dalam evaluasi penurunan level PPKM dari level 3 atau level 2 dan level 2 ke level 1 di Jawa Bali," kata Luhut.
Sebelumnya, indikator penentuan level PPKM terdiri dari laju penularan dan respon kesehatan.
Baca juga: Pelaku Perjalanan Luar Negeri Wajib Vaksin Lengkap, Karantina, dan PCR
Ada tiga aspek yang dilihat dalam indikator laju penularan yaitu jumlah kasus konfirmasi, perawatan di RS, dan kematian.
Begitu pula dengan respon kesehatan yang juga dilihat dari tiga aspek yaitu besarnya positivity rate, kemampuan tracing dan Bed Occupancy Ratio (BOR).
Dengan dimasukannya cakupan vaksinasi, kata Luhut, untuk bisa turun dari Level 3 ke Level 2 maka cakupan vaksinasi dosis pertama daerah tersebut harus mencapai 50 persen dan cakupan vaksinasi kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) harus mencapai 40 persen.
Sedangkan untuk bisa turun dari Level 2 ke Level 1, cakupan vaksinasi dosis pertama harus mencapai 70 persen dan cakupan vaksinasi lansia harus mencapai 60 persen.
“Untuk kota-kota yang saat ini berada pada Level 2 akan diberikan waktu selama dua minggu untuk dapat mengejar target pada poin di atas. Jika tidak bisa mencapai maka akan dinaikkan statusnya kembali pada Level 3,” katanya
Luhut menegaskan ditambahkannya indikator vaksinasi dalam evaluasi PPKM tersebut dikarenakan masih banyaknya stok vaksin yang belum disuntikkan di sejumlah daerah di tanah air.
"Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan ada 41 juta dosis vaksin yang saat ini ada pada stok provinsi dan kabupaten/kota yang belum disuntikkan. Hal ini tentu saja sangat disayangkan mengingat animo masyarakat sangat tinggi untuk vaksinasi,” pungkasnya.