Indonesia Produksi Obat Covid-19 Molnupiravir Mulai April 2022
Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mengamankan 400 ribu tablet molnupiravir yang sudah disiapkan oleh PT Amarox.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan wHO mengeluarkan aturan baru tentang pengobatan covid-19 berdasar bukti ilmiah terbaru.
Dalam pedoman pengobatan terbaru WHO versi kemarin 14 Januari 2022 juga dituliskan analisa tentang obat oral baru, yaitu molnupiravir dan nirmatrelvir/ritonavir
Kendua obat ini masuk dalam kelompok what is coming next, dimana disebutkan WHO masih terus mengumpulkan data ilmiah untuk analisa selanjutnya.
Baca juga: WHO Setujui Penggunaan Dua Obat Baru untuk COVID-19
Baca juga: BPOM Terbitkan Izin Molnupiravir sebagai Obat untuk Pasien Covid-19 Gejala Ringan
Obat ini sudah disejujui digunakan oleh berbagai negara di dunia, khususnya untuk pasien gejala ringan atau kasus-kasus awal.
"Kita tunggu saja perkembangannya dalam dalam pedoman edisi WHO selanjutnya," kata dia dalam keterangan tertulisnya, (15/1/2022).
Dalam pedoman pengobatan WHO edisi sebelumnya ada beberapa rekomendasi yang sudah dikeluarkan.
Untuk pasien yang berat atau kiritis maka ada rekomendasi kuat untuk pemberian kortikosteroid sistemik, juga kuat (strong recommendation) untuk penggunaan “IL-6 receptor blockers yaitu tocilizumab sarilumab dan rekomendasi kondisional (conditional recommendation untuk diberikan obat casirivimab-imdevimab pada mereka yang statusnya seronegatif.
Rekomendasi yang pernah juga diberikan terdahulu adalah untuk pasien Covid-19 tidak berat, yaitu rekomendasi kondisional (conditional recommendation) untuk diberikan casirivimab-imdevimab pada mereka yang ber risiko tinggi mendapat penyakit berat.
Pada edisi pedoman pengobatan Covid-19 oleh WHO sebelum ini juga pernah dibahas tentang untuk kasus ringan tidak direkomendasikan pemberian kortikosteroid sistemik dan plasma konvalesen.
Sementara untuk pasien berat dan kritis maka tidak direkomendasikan pemakaian plasma konvalesens kecuali dalam kerangka uji klinik.
WHO juga pernah menyatakan tidak merekomendasikan untuk Covid-19 dalam keadaan apapun untuk memberikan remdesivir (conditional recommendation), juga rekomendasi kuat (strong recommendation) untuk tidak memberikan hydroxychloroquine dan juga lopinavir/ritonavir, serta rekomendasi tidak menggunakan ivermectin kecuali untuk dalam kerangka uji klinik.
"Pedoman pengobatan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sesuai hasil penelitian terbaru dan perkembangan ilmu yang ada," ungkap Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.