DPD RI Bahas Undang-Undang Khusus dan Dana Desa di Bangka Belitung
Wakil Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi melakukan kunjungan kerja ke Bangka Belitung guna membahas undang-undang khusus dan Perda Dana Desa
Penulis: Sponsored Content
TRIBUNNEWS.COM – Sebagai daerah yang berbentuk kepulauan, Bangka Belitung memiliki kondisi geografis yang berbeda dibanding daerah lain yang berbentuk daratan.
Salah satu perbedaan tersebut adalah perbatasan. Posisi geografis Bangka Belitung berhadapan langsung dengan dua negara tetangga Indonesia, yakni Malaysia dan Singapura.
Jika tidak ditanggulangi, bisa jadi perbatasan tersebut memicu permasalahan di masa mendatang.
Hal itulah yang menjadi perhatian DPD RI. Dalam kunjungan kerja ke Bangka Belitung, Senin (10/8/2015) lalu, Wakil Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengatakan pihaknya sedang memperjuangkan Bangka Belitung memiliki undang-undang khusus tersendiri yang mempunyai kewenangan lebih dalam mengatur wilayahnya.
“Kami menginginkan provinsi kepulauan di Indonesia memiliki perundang-undangan khusus dan kewenangan lebih, mengingat letak geografis provinsi yang langsung menghadap atau berbatasan dengan negara lain,” tutur Fachrul di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Dengan adanya undang-undang tersendiri, Fachrul berpendapat, daerah kepulauan di Indonesia dapat semakin mandiri mengatur wilayahnya masing-masing sehingga pembangunan dan perekonomian masyarakat dapat lebih meningkat.
Sementara agar rencana undang-undang itu berjalan mulus, tentu banyak langkah yang harus dilakukan.
Menurut Fachrul, untuk saat ini pemerintah daerah bisa memberi data dan masukan kepada pemerintah pusat agar pembahasan rancangan undang-undang itu lebih cepat terealisasi.
Di sisi lain, selain membahas mengenai undang-undang khusus bagi daerah kepulauan, dalam kunjungannya ke Bangka Belitung itu juga Fachrul meminta pemerintah daerah setempat segera mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Dana Desa.
Menurut Fachrul, hal itu dilakukan untuk mempercepat penyaluran dana desa, sekaligus mengantisipasi masalah hukum yang bisa saja terjadi ketika sedang merealisasikan dana tersebut di masa mendatang.
Unsur-unsur pemerintah daerah, seperti Gubernur dan Biro Hukum Pemprov, lanjut Fachrul, dapat mengawasi dan mendesak pemerintah kabupaten/kota membuat Perda tersebut. Itu nantinya akan memperlancar proses pencairan dana desa.
Hingga saat ini sendiri, Fachrul mengkhawatirkan banyak masalah akan timbul ketika proses pencairan dana desa jika tidak dibarengi payung hukum yang jelas. Risiko yang paling jauh tentu saja kepala daerah yang bersangkutan bisa masuk rumah tahanan.
Meski demikian, di beberapa daerah di Indonesia juga terdapat kepala daerah yang sukses memanfaatkan dana desa untuk majukan daerahnya masing-masing. Contohnya Bupati Bantaeng dan Bupati Banyuwangi.
Di tingkat pusat, dana desa sendiri sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 5 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut dikatakan dana desa dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) penduduk desa.
Namun, selain meningkatkan infrastruktur dan pemberdayaan SDM, Fachrul berpendapat, dana desa juga dapat mempercepat proses pertumbuhan ekonomi di daerah dan menggali segenap potensi yang kerap tersembunyi.
“Kami sudah mendesak Mendagri untuk segera menyelesaikan Perda ini, sehingga dana desa segera dicairkan untuk peningkatan infrastruktur dan perekonomian masyarakat desa,” jelas Fachrul dalam kesempatan dan waktu yang sama.
Jika Perda mengenai dana desa tersebut sudah ada, lanjut Fachrul, berbagai program rencana kerja pemerintah daerah dapat segera dijalankan dengan baik. Pelaksanaannya pun dapat diawasi langsung pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Di sisi lain, pembahasan undang-undang khusus bagi daerah kepulauan di Indonesia dan Perda mengenai dana desa yang dibahas Fachrul selaku Wakil Ketua Komite I DPD RI tersebut sesuai dengan fungsi legislasi yang dimiliki DPD RI.
Fungsi tersebut membuat DPD RI mempunyai kewenangan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR dan ikut membahasnya.
RUU itu sendiri dapat meliputi berbagai hal, seperti otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, serta berbagai hal lainnya.
Komite I yang merupakan ruang lingkup kerja Fachrul sendiri memperhatikan berbagai urusan daerah dengan tujuh hal yang menjadi pokok.
Pertama, pemerintah daerah. Kedua, hubungan pusat dan daerah serta antar daerah. Ketiga, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah. Keempat, pemukiman dan kependudukan.
Kelima, pertanahan dan tata ruang. Keenam, politik, hukum, HAM dan ketertiban umum. Ketujuh, permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara. (advertorial)
Ikuti terus perkembangan terbaru dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) hanya di Kabar DPD RI.