3 Spirit dalam RUU Penanganan Dan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme
tiga spirit pembahasan RUU Tindak Pidana Terorisme, yakni penegakan hukum,perlindungan hak asasi manusia,dan pemberantasan terorisme.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan beberapa lembaga terkait, yang diantaranya adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (08/06/2016), dipimpin oleh Wakil Ketua Pansus Hanafi Rais.
Dalam RDPU tersebut, Ketua Pansus, Muhammad Syafi’I menekankan tiga spirit dalam pembahasan aturan penanganan dan pencegahan tindak pidana terorisme, yakni penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan pemberantasan terorisme.
“Tiga spirit tersebut bertujuan agar penindakan aksi terorisme tidak berbenturan dengan aspek lainnya.
Jangan pemberantasan terorisme itu melanggar hukum dan tidak melindungi HAM. Jangan pula karena melindungi HAM, teroris tidak diberantas,” jelas politisi Gerindra itu.
Sementara itu, untuk menanggulangi aksi tindak pidana terorisme, Wakil Ketua Pansus lainnya Supiadin Aries Saputra (F-Nasdem) menekankan perlunya keterlibatan masyarakat dalam penanganan aksi teror.
“Masyarakat harus dilibatkan, bagaimana kita membangun early warning system ditengah-tengah masyarakat,” jelasnya.
Hal yang menjadi perhatian, lanjut Supiadin, bahwa pelaku terorisme sebelum melaksanakan aksinya akan melalukan survei sasaran terlebih dahulu, sehingga diperlukan kepekaan masyarakat untuk mendeteksi aksi terorisme secara lebih dini.
“Untuk melaksanakan aksinya, pelaku tidak hanya survei sasaran, mereka memerlukan waktu relatif lama untuk survei. Mereka juga membutuhkan tempat tinggal untuk merakit bom dan selalu kita temukan di tengah pemukiman warga,” papar Supiadin.
Disamping itu, terkait dengan beberapa temuan Komnas HAM, Roichatul Aswidah merekomendasikan penghapusan Pasal 43a UU Terorisme, berbunyi “Dalam rangka penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, penyidik atau penuntut umum dapat melakukan pencegahan terhadap setiap orang tertentu yang diduga akan melakukan Tindak Pidana Terorisme untuk dibawa atau ditempatkan pada tempat tertentu yang menjadi wilayah hukum penyidik atau penuntut umum dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan.”
Menurutnya, banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam penindakan terorisme, yakni kesalahan penangkapan, penahanan hingga penyiksaan.
“Sama seperti orang ditangkap dan ditahan tetapi tidak memenuhi prosedur hukum. Mereka harus tahu kenapa mereka ditangkap dan semua hak-haknya yang mengikuti tetap harus dilindungi,” ujar Roichatul.(Pemberitaan DPR RI)