DPR Tolak Kudeta Militer yang Menohok Sendi-Sendi Demokrasi di Turki
DPR Secara Tegas menolak kudeta militer terhadap pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis dan dilindungi oleh konstitusi di Turki.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya kudeta militer terhadap pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis dan dilindungi oleh konstitusi, yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Binal Yildrim dikecam oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari seperti dilansir dari rilis kepada Parlementaria, Sabtu (16/07/2016).
Kharis mengingatkan, agar perwakilan RI melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Turki.
“DPR RI mencermati dan prihatin perkembangan situasi di Turki saat ini. Oleh karena itu, kami berharap dalam situasi yang masih berkecamuk, para perwakilan RI dapat melindungi WNI di Turki yang jumlahnya sekitar 2.700, terutama 800 WNI yang ada di Istanbul dan 400 WNI yang ada di Ankara,” tegas Kharis.
Oleh karena itu, politisi F-PKS itu menegaskan seluruh elemen dari negara Indonesia berharap penuh agar kudeta gagal dan situasi di Turki kembali pulih seperti sedia kala.
“Dengan demikian, pemerintah hasil pemilu yang demokratis dalam kepemimpinan Presiden Erdogan dapat terus bekerja,” harap politisi asal dapil Jawa Tengah itu.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini.
Jazuli mengecam tindakan kudeta faksi militer yang jelas mengejutkan dunia serta menohok sendi-sendi demokrasi.
Menurut Jazuli, segelintir kelompok militer Turki tersebut telah gegabah dan mengambil jalan pintas untuk merebut kekuasaan melalui kudeta (coup d’etat).
“Kami turut prihatin terhadap upaya kudeta militer di Turki. Kami juga dengan tegas menolak kudeta militer karena itu merupakan gaya kuno yang akan menghadirkan konflik berkepanjangan yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat sipil di Turki dan juga kawasan di sekitarnya,” tegas Jazuli.
Jazuli menambahkan, bahwa negara Turki modern memiliki sejarah panjang aksi-aksi kudeta.
Terakhir terjadi pada tahun 1997, dimana kudeta militer mendepak kekuasaan demokratis yang dipimpin Perdana Menteri Necmettin Erbakan.
“Rakyat Turki yang makin maju dan moderat kian sadar akan makna penguatan demokrasi. Dan di bawah pemerintahan Erdogan demokratisasi kian kokoh hingga empat kali pemilu,” imbuh Jazuli.
Oleh karena itu, nilai Jazuli, Turki harus melampaui masa-masa kelamnya, baik krisis ekonomi atau pun bayang-bayang kudeta militer.
“Pemerintahan demokratis hari ini adalah yang menyelamatkannya sejak krisis ekonomi 2001, juga mendapat dukungan 40 persen lebih dalam empat kali Pemilu. Wajar kalau negara-negara sahabat tentu berharap mereka stabil karena juga menguntungkan secara internasional," jelas Jazuli.
Di sisi lain, Jazuli merasa bersyukur saat mendapatkan kabar jika aksi kudeta tersebut dapat digagalkan oleh pemerintah yang sah dan didukung oleh rakyatnya.
Oleh karena itu, Jazuli memberikan apresiasi yang besar kepada pemimpin dan elemen-elemen masyarakat di Turki atas keberhasilannya tersebut. Jazuli berharap melalui kejadian ini, demokrasi di Turki kini dan di masa yang akan datang semakin kokoh dan stabil.
“Saya percaya pemerintah Turki sekarang dapat mengatasi masalah dengan membuka lebar kanal komunikasi yang baik dengan berbagai potensi dan kekuatan. Di era demokrasi sekarang ini militer harus bersatu bersama rakyat dan seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan bangsa dan Negara yang kuat bukan terjebak dengan politik praktis," tambahnya.
Politisi asal dapil Banten itu juga mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk ikut proaktif dalam menghadirkan perdamaian dunia bersama dengan bersama masyarakat sipil dalam hal penegakan sendi-sendi demokrasi, sambil memastikan bahwa warga negara Indonesia (WNI) tidak terkena masalah di Turki paska kudeta militer yang gagal ini.
Sebelumnya, KBRI Ankara telah mengeluarkan himbauan bernomor 430/C.2/VII/2016 kepada seluruh masyarakat dan WNI di Turki melakukan 3 hal.
Pertama, meningkatkan kewaspadaan dan mencermati perkembangan situasi di sekitar.
Kedua, sedapat mungkin tetap tinggal di rumah/ tempat tinggal masing-masing serta menghindari pusat keramaian.
Ketiga, senantiasa membawa identitas diri (paspor) apabila harus bepergian.
Keempat, menjaga komunikasi dengan sesama WNI.
Kelima, apabila terjadi suatu hal dapat menghubungi KBRI Ankara atau KBRI Istanbul.
( Pemberitaan DPR RI)