Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berlangsung Sengit, Rapat Komisi II DPR RI Putuskan Terpidana Percobaan Dapat Maju Pilkada

Rapat RDP Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan Dirjen Otda, Sabtu, (10/9/2016) menyetujui terpidana hukuman percobaan dapat jadi calon kepala daerah.

zoom-in Berlangsung Sengit, Rapat Komisi II DPR RI Putuskan Terpidana Percobaan Dapat Maju Pilkada
dpr.go.id
RDP Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan Dirjen Otda pada Sabtu, (10/9/2016) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta yang menghasilkan kesimpulan terpidana hukuman percobaan dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akhirnya, Komisi II DPR RI menyetujui terpidana hukuman percobaan dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Hal itu diputuskan berdasarkan hasil kesimpulan rapat saat RDP Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan Dirjen Otda pada Sabtu, (10/9/2016) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. 

Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman menjelaskan keputusan itu tidak lagi semata-mata hukuman percobaan.

Cakupannya jadi lebih luas, yaitu orang yang tidak dipenjara.

’’Intinya, orang yang tidak dipenjara, jadi nggak perlu repot,’’ imbuh politikus Partai Golkar tersebut.

Hal itu seiring dengan UU Pilkada yang memang tidak diatur soal terpidana hukuman percobaan dilarang mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

Yang diatur hanya larangan terpidana mencalonkan diri. 

“Kalau sudah dipenjara, ya kan otomatis tidak bisa maju pilkada,” ucapnya saat Rapat.

Putusan Mahkamah Konstitusi juga telah mengatakan bahwa seorang yang berstatus terpidana memang tidak dibolehkan mencalonkan diri, kecuali culva levis atau kealpaan ringan.

Sebelumnya, terjadi perbedaan pendapat yang sangat sengit, yakni anggota Komisi II Arteria Dahlan mengkritik hal tersebut.

Arteria menjelaskan bahwa fraksinya menolak keras terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri dalam pilkada.

Sebelumnya, pada Jumat, (9/9/2016) Komisi II telah meminta masukan dari pakar soal keikutsertaan terpidana percobaan dalam Pilkada yakni Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir dan mantan Hakim Konstitusi Ahmad Syarifuddin Natabaya.

Mudzakir berpendapat, pada prinsipnya vonis pidana harus lewat putusan pengadilan.

Menurut dia, dalam hukum pidana, seorang terpidana untuk tindak pidana ringan masih memiliki hak politik penuh kecuali dicabut oleh putusan hakim.

Adapun, terpidana yang tidak lagi memiliki hak politik adalah terpidana yang sudah masuk kategori berat.

"Kalau itu masuk, berarti semua apapun yang diputus pengadilan harus dimasukkan. Sekecil apapun. Seperti pelanggaran lalu lintas," pungkas Mudzakir. (Pemberitaan DPR RI) 

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas