Anggota Komisi IX DPR Sayangkan Pembahasan RUU Omnibus Law Tetap Berjalan
Ribka Tjiptaning menyayangkan sikap DPR RI yang akan terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di tengah wabah virus corona.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning menyayangkan sikap DPR RI yang akan terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di tengah wabah virus corona.
Menurut Ribka, saat ini bukan waktu yang tepat untuk melanjutkan pembahaan rancangan undang-undang tersebut.
“Teman-teman saya di parlemen ini tidak peka terhadap masalah besar yang sedang dihadapi rakyat Indonesia."
"Mereka telah memanfaatkan situasi wabah virus corona untuk segera meng-goal-kan RUU Cipta Kerja menjadi UU,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Senin (13/04/2020).
Ribka memandang tugas terpenting dari DPR saat ini adalah membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap upaya percepatan penanggulangan Covid-19.
Utamanya dalam fungsinya pengawasan sesuai dengan amanat UUD NKRI 1945 pasal 20 A ayat 1.
“Parlemen harus fokus menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah yang sedang berjibaku mengatasi wabah virus yang mematikan itu."
"Banyak hal yang masih belum optimal dikerjakan pemerintah dan perlu pengawasan parlemen,” tegasnya.
Baca: Soal Omnibus Law Cipta Kerja, Baleg DPR: Kami Terima Penugasan, Kalau Mundur Langgar UU
Dalam keterangan tertulisnya, Ribka juga menyoroti fasilitas yang minim untuk penyintas pasien cuci darah saat berlangsungnya pandemi Covid-19.
Berdasarkan laporan yang diterimanya dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) telah ada dua anggotanya meninggal dunia.
"Satu lagi meninggal setelah delapan hari tidak dilayani cuci darah karena dinyatakan PDP (Pasien Dalam Pengawasan)."
"Alasannya menunggu hasil pemeriksaan apakah positif atau negatif dari covid-19. Tapi, faktanya rumah sakit tidak mempunyai fasilitas hemodialisa di ruang isolasi,” terangnya.
Lebih lanjut, Ribka meminta Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk segera melengkapi semua rumah sakit rujukan dengan fasilitas hemodialisa di ruang isolasi, seperti protokol yang telah dikeluarkan PENEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia).
“Kalau protokol ini tidak dijalankan akan banyak lagi pasien gagal ginjal meninggal dunia karena dinyatakan PDP. Dua pasien gagal ginjal yang meninggal itu hasil tes swab-nya ternyata negatif."