Warga Indonesia Sering Jadi Sandera Abu Sayyaf Karena Tebusan Dibayar
Belum lama ini saja, Pemerintah Malaysia membayar 130 juta peso Filipina
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, MANILA - Warga Indonesia kerap menjadi korban penyanderaan Abu Sayyaf dikatakan karena tebusannya selalu dibayar.
Menurut seorang diplomat Filipina, kelompok teroris itu jadi semakin sering menjadikan warga Indonesia dan Malaysia korban penyanderaannya.
Hal itu disebabkan karena jika warga kedua negara itu yang menjadi korban, kemungkinan uang tebusan akan dibayar lebih besar.
"Masalahnya, bangsa Indonesia dan Malaysia cenderung suka menyelesaikan masalah penyanderaan itu dengan menyediakan uang," katanya.
"Mereka berharap dengan membayar uang, masalah itu selesai. Begitu terus hingga sekarang," kata diplomat yang enggan menyebutkan namanya itu.
Belum lama ini saja, Pemerintah Malaysia membayar 130 juta peso Filipina untuk membebaskan empat warganya yang disandera Abu Sayyaf di Jolo.
Ia membandingkan Indonesia dan Malaysia dengan Kanada, yang memiliki kebijakan untuk tidak membayar tebusan untuk kasus penyanderaan.
Namun, hal itu berujung pada pemenggalan dua sandera asal Kanada, Robert Hall dan John Ridsdel.
Meski demikian, diplomat Filipina itu meyakini Abu Sayyaf tidak akan pernah mengeksekusi sandera-sanderanya yang dari Indonesia dan Malaysia.
"Karena mereka dianggap sesama muslim," ucapnya.
Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi, telah mengonfirmasi bahwa tujuh WNI di Laut Sulu, Filipina, disandera oleh kelompok bersenjata.
Penyanderaan pada Senin (20/6/2016) itu terjadi saat pembajakan kapal TB Charles dan TK Roby dilakukan oleh kelompok bersenjata itu.
Dua kapal milik PT PP Rusianto Bersaudara itu diketahui membawa 13 anak buah kapal (ABK), yang tujuh di antaranya menjadi korban penyanderaan. (Manila Times/Inquirer)