AS Tuduh Rezim Bashar Al-Ashad Bakar Ribuan Mayat Tahanan untuk Hilangkan Bukti
Seorang diplomat Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Senin (15/4/2017), mengungkap nasib korban kekejaman rezim Bashar al-Assad.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT -- Seorang diplomat Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Senin (15/4/2017), mengungkap nasib korban kekejaman rezim Bashar al-Assad.
Stuart Jones, nama diplomat itu, menyebut ribuan jenazah korban itu dibakar dalam sebuah krematorium raksasa untuk menyembunyikan skala kekejaman itu.
Jones menambahkan, ribuan mayat itu dibakar di dekat penjara Sednaya di luar ibu kota Damaskus untuk mengelola jumlah tahanan dan menghancurkan bukti.
"Kami yakin bahwa bangunan krematorium itu merupakan upaya menyembunyikan pembunuhan massal yang terjadi di penjara Sednaya," kata Jones, asisten sekretaris urusan Timur dekat Kemenlu AS.
Kemenlu AS kemudian merilis serangkaian foto baru yang menunjukkan sebuah bangunan di luar kompleks penjara yang diyakini dibangun pada 2013 untuk membangun krematorium.
Saat menunjukkan foto-foto satelit itu, Jones mengatakan, pemerintahan Presiden Bashar al-Assad tenggelam dalam sebuah level kejahatan baru dengan dukungan para sekutunya, Rusia dan Iran.
Jones memperkirakan setidaknya 117.000 orang ditahan di berbagai penjara di Suriah sejak perlawanan terhadap Presiden Assad pecah pada 2011.
Di dalam penjara-penjara itu setiap sel yang dirancang untuk menampung maksimal lima orang tahanan, di masa perang ini disesaki lebih dari 70 orang.
Informasi ini, lanjut Jones, berasal dari kelompok-kelompok aktivis HAM yang kredibel, sumber-sumber nonpemerintah, dan intelijen.
Dalam laporan terbarunya, Amnesti Internasional menyebut penjara Sednaya sebagai sebuah "rumah jagal manusia".
Amnesti mengklaim bahwa setiap pekan dan terkadang dua pekan sekali antara 2011-2015, sekelompok tahanan rata-rata 50 orang dikeluarkan dari sel untuk dieksekusi.
Dalam lima tahun, sebanyak 13.000 orang, sebagian besar warga sipil yang menentang pemerintah, digantung diam-diam dan tanpa menjalani peradilan.
Pada 2014, puluhan ribu foto mayat tahanan ang diambil oleh pembelot militer bernama Cesar dipublikasikan dan menuai kecaman internasional.