Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kritikus Jepang Naoki Hyakuta: Asahi adalah Koran Palsu

Novelis dan kritikus Jepang, Naoki Hyakuta (61) berulang kali mengatakan bahwa koran Jepang Asahi adalah koran palsu (fake).

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kritikus Jepang Naoki Hyakuta: Asahi adalah Koran Palsu
Koresponden Tribunnews/Richard Susilo
Naoki Hyakuta (61), kritikus Jepang yang sedang naik daun saat ini. Kelahiran Higashiyodogawa-ku, Osaka-shi, Osaka yang pernah sekolah di jurusan hukum Universitas Doshisha Jepang. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Novelis dan kritikus Jepang, Naoki Hyakuta (61) berulang kali mengatakan bahwa koran Jepang Asahi adalah koran palsu (fake).

"Koran di Jepang yang palsu antara lain koran Asahi. Sejak 32 tahun lalu memuat tulisan palsu tidak dikoreksi didiamkan saja," kata Hyakuta dalam jumpa pers 4 Juli 2017 di klub wartawan asing Jepang.

Hyakuta mengacu kepada sebuah tulisan seri yang panjang bertahun-tahun dari pengarang Seiji Yoshida mengenai Jugun Ianfu (wanita seks tentara Jepang di zaman Perang Dunia II) serta pemberitaan Jugun Ianfu oleh Asahi yang mengacu kepada tulisan Yoshida ternyata palsu dan akhirnya penulis dan Asahi mengakui, mengoreksi serta meminta maaf atas kepalsuan tersebut hari Selasa, 5 Agustus 2014.

Hyakuta berbicara mengenai kebebasan pers di Jepang. Menurutnya, penyiaran televisi di Jepang juga umumnya palsu, menyerang dan mengkritik pemerintah yang berkuasa.

"Media Jepang itu bebas, jadi tidak benar kalau dikatakan terkekang kebebasannya. Terutama televisi justru umumnya menyerang pemerintah. Itulah karakter televisi Jepang," kata dia.

Mengenai media cetak Jepang bebas terbit dan bebas menulis sama sekali tak ada masalah dan tak terkekang kebebasannya.

Berita Rekomendasi

Yang membuat citra Jepang terkekang kebebasannya hanya karena beberapa oknum Jepang saja yang sengaja ke markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lalu melaporkan bahwa pemerintah Jepang mengekang kebebasan pers.

"Itu kebanyakan orang yang anti Jepang yang berusaha menjelekkan nama pemerintah Jepang atau yang berkuasa saat ini. Lalu setelah mereka kembali dari PBB, membuat jumpa pers menyatakan seolah PBB juga mengecam kebebasan pers yang terkekang di Jepang," ujarnya.

"Sementara Kementerian Luar Negeri Jepang (MOFA) diam saja tidak menanggapi hal tersebut, sehingga banyak yang mengatakan MOFA payah, kurang aktif, lemah dan sebagainya," kata dia.

Namun yang dilakukan MOFA menurutnya sudah benar, karena tak ada gunanya menanggapi orang yang hanya segelintir kecil itu yang memang sudah anti Jepang sejak awalnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas