Prediksi Ekonom Goldman Sachs: Ada Peluang 50 Persen Pemerintah AS Akan Ditutup
"Rating approval Trump terus melorot, dan mencapai posisi terendah untuk periode pertama kepresidenan di tahun pertama dia menjabat."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Popularitas Presiden Donald Trump kian melorot seiring pernyataan kontroversialnya mengenai aksi unjuk rasa supremasi kulit putih di Charlottesville, Virginia.
Menurut ekonom Goldman Sachs, hal itu akan berimplikasi negatif bagi agenda pemerintahan tahun ini.
Goldman juga menunjukkan rating approval (peringkat persetujuan) atas Trump yang semakin melorot ke posisi rata-rata 37% pada pekan ini versus 38% pada Juli lalu.
"Rating approval Trump terus melorot, dan mencapai posisi terendah untuk periode pertama kepresidenan di tahun pertama dia menjabat. Rendahnyarating approval secara otomatis akan mendongkak risiko legislatif," ungkap ekonom Alec Phillips.
"Dalam jangka pendek, kami yakin ada 50% kemungkinan terjadi penutupan pemerintahan dalam beberapa waktu. Pasalnya, presiden masih terus berupaya menggalang dukungan dari basisnya dengan merekrut posisi-posisi kontroversial," lanjut Alec Phillips.
Sebelumnya, dua penasihat utama Trump mengundurkan diri, Rabu (16/8/2017) lalu setelah presiden mengeluarkan pernyataan tentang aksi unjur rasa supremasi kulit putih di Charlottesville.
Di sisi lain, Kongres harus membahas dua isu utama pada September, yakni menaikkan batas atas utang, yakni batasan yang ditetapkan legislatif mengenai seberapa besar pemerintah bisa meminjam, dan menyetujui undang-undang anggaran.
Kementerian Keuangan AS mengatakan Kongres harus menaikkan batasan utang paling lama 29 September.
Kegagalan dalam pengesahan anggaran belanja bisa menyebabkan ditutupnya pemerintahan.
Para ekonom juga berpendapat, reformasi pajak juga berada di jurang risiko jika tidak diselesaikan pada Oktober.
"Kami terus meyakini pemangkasan pajak akan berhasil dilakukan. Namun keyakinan kami rendah, karena kemajuannya sampai kini masih kecil," tulis ekonom.
Barratut Taqiyyah Rafie/Sumber: CNBC