Panglima Tentara Myanmar Jelaskan Alasan Usir Muslim Rohingya
Kekerasan yang dilakukan ARSA, kata dia, merupakan upaya terorganisir untuk membangun basis kekuatan di negara bagian Rakhine.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar menyalahkan kaum Rohingya atas krisis yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi ke Bangladesh.
Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan kaum Rohingya "tak pernah menjadi kelompok etnik" dan menuduh "ekstremis" berupaya untuk menguasai negara bagian Rakhine.
Pada laman Facebooknya, Minggu (17/09), Min Aung Hlaing mengajak warga dan media Myanmar untuk bersatu terhadap "masalah" Rohingya.
Dia mengatakan operasi militer dimulai setelah 93 kali bentrokan dengan "ekstremis Bengali" - merujuk pada kelompok Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA)- yang dimulai 25 Agustus lalu.
Baca: FPI Minta Senjata untuk Bela Rohingnya, Ini Reaksi Prabowo Subianto
Kekerasan yang dilakukan ARSA, kata dia, merupakan upaya terorganisir untuk membangun basis kekuatan di negara bagian Rakhine.
"Mereka meminta diakui sebagai Rohingya, yang tidak pernah menjadi sebuah kelompok etnik di Myanmar. Isu (orang) Bengali merupakan sebuah masalah nasional dan kita harus bersatu untuk menegakkan kebenaran," sebut Jenderal Min Aung Hlaing dalam unggahannya.
Militer Myanmar yang dipimpinnya dituduh menargetkan warga sipil dalam serangan yang menyebabkan orang Rohingya mengungsi ke negara tetangga.
Myanmar membantah tuduhan ini, dan mengatakan tindakan itu merupakan respon atas serangan yang dilakukan kelompok milisi ARSA.
Dalam wawancara di program HARDtalk BBC menjelang Sidang Umum PBB, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa Aung San Suu Kyi memiliki kesempatan terakhir untuk menghentikan serangan militer Myanmar terhadap etnik Rohingya.
"Jika dia tidak membalikkan situasi saat ini, maka saya pikir tragedi itu akan sangat mengerikan, dan sangat disayangkan saya tidak dapat melihat bagaimana ini dapat diselesaikan di masa mendatang," kata Guterres.
Kelompok milisi ARSA menyerang kantor polisi Myanmar di bagian utara Rakhine pada 25 Agustus lalu, menewaskan 12 orang aparat keamanan.
Aksi itu dibalas militer Myanmar dengan membakar desa-desa dan menyerang warga sipil agar keluar dari wilayahnya.