Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yakuza Jepang di Persimpangan Jalan, Antara Kelompok Kekerasan dan Kembali ke Semangat Bushido

Kalangan yang menganut azas kekerasan terutama anak muda yakuza banyak yang tidak terdidik dengan semangat kesatria sehingga menghalalkan segala cara.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Yakuza Jepang di Persimpangan Jalan, Antara Kelompok Kekerasan dan Kembali ke Semangat Bushido
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Mantan pimpinan Yakuza afiliasi Yamaguchigumi, Sugawara Ushio (52), bos Watanabe gumi dan salah satu pimpinan Sato gumi dengan Buku Yakuza Indonesia. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Mafia Jepang (yakuza) saat ini sedang di persimpangan jalan antara kubu yang keras, menghalalkan segala cara dengan kubu yang masih melihat kebanggaan, ingin meningkatkan kembali jiwa bushido (kesatria) kebanggaan sebagai seorang yakuza, membentuk citra yang lebih positif di masyarakat Jepang.

"Seharusnya yakuza seperti awal mula berdirinya memiliki semangat bushido sehingga dapat lebih positif citranya di tengah masyarakat," ungkap Ushio Sugawara mantan pimpinan Yamaguchigumi, bos Watanabe gumi dan salah satu pimpinan Sato gumi kepada Tribunnews.com beberapa waktu lalu.

Kalangan yang menganut azas kekerasan terutama anak muda yakuza saat ini banyak yang tidak terdidik dengan semangat kesatria tersebut sehingga menghalalkan segala cara.

Yang terpenting dapat uang sebanyak mungkin untuk kehidupan lebih baik. Itulah filosofinya.

Pihak satu lagi melihat, kehidupan yakuza sebenarnya tidak beda dengan manusia lainnya.

Baca: Sebut Nama Puan Maharani dan Pramono Anung, Setnov Dinilai Gegabah

Berita Rekomendasi

Hanya saja secara resmi sudah diberikan label sebagai anggota yakuza oleh kepolisian Jepang yang berarti anggota sindikat kejahatan Jepang.

"Kalau sudah anggota sindikat kejahatan ya sudah pasti berbuat jahat dong apa pun yang dilakukannya, meskipun ingin membersihkan diri sekali pun," ungkap seorang polisi sumber Tribunnews.com.

Pada kenyataan memang terlihat dua kejadian yang tak bisa ditutupi di mana yakuza membantu korban gempa bumi di Kobe tahun 1995 dan korban gempa bumi berkekuatan 9 skala Ricter di Tohoku tahun 2011.

Tengah malam hari belasan truk datang menghampiri para korban gempa bumi dan membagi-bagikan makanan, obat-obatan, tenda, air dan sebagainya secara gratis kepada para korban.

Para korban pun mengetahui secara sadar bahwa mereka yakuza yang datang, tapi diam saja karena maksud mereka baik untuk membantu korban.

Baca: Mahfud MD Bertemu Luhut Panjaitan Tak Bicara soal Pilpres Tapi Hanya Untuk Makan Singkong Goreng

Demikian pula saat pembebasan tanah Bandara Narita dan Nagoya, tak lepas dari bantuan Yakuza untuk membebaskan tanah tersebut sehingga pemerintah ikut terbantu dalam pembangunan kedua bandara internasional itu.

Kini dengan UU Anti Yakuza yang telah direvisi sedikitnya 32 kali dan muncul pula peraturan terkait pelarangan kegiatan yakuza, ruang lingkup kegiatan jadi sangat sempit, mencari uang jadi sangat susah.

Dalam keadaan sekarang ini, cari uang susah, kubu kekerasan memang sedang naik daun untuk mencari uang sebanyaknya melalui penipuan dan kejahatan lain, terakhir pembunuhan.

Saat ini tidak ada senior di dalam kelompok yakuza yang punya waktu untuk melakukan pendidikan kesatria tersebut.

Kalau pun ada waktu, anak muda yakuza malas untuk mengikutinya, karena hanya "uang" saja yang ada di kepalanya dengan segala cara memperolehnya.

Baca: Prostitusi Online di Aceh Besar Terungkap Setelah Polisi Menyamar dan Memesan Dua Wanita di Hotel

"Toh kita orang jahat kan? Ngapain ikut-ikut aturan atau ala kesatria begitu, gak ada waktu!" ungkap seorang yakuza muda.

"Memang anggota yakuza adalah anggota sindikat kejahatan. Tapi kalau tidak terbukti melakukan kejahatan kan tidak bisa dibilang orang jahat bukan?" papar Sugawara.

Di situlah letak seni yakuza dengan jiwa kesatrianya, melakukan kerja dengan manis terorganisir tetapi sulit terdeteksi dan tak bisa dibuktikan kesalahan yang dibuatnya.

Cara halus dan bergengsi itu tampaknya ingin dididik kepada generasi muda saat ini yang asal gebuk saja, tak memikirkan masa depannya sehingga merasa masa bodoh soal masuk penjara.

"Hidupnya kan habis dengan percuma di penjara kalau perbuatannya yang tak seberapa tapi akhirnya menjalani penjara bertahun-tahun," ujar dia.

Namun di beberapa hal memang mau tak mau untuk membela dan menjaga kelompok yakuza nya, para anggota yakuza terpaksa mengakui kesalahan, walaupun tak berbuat, demi menjaga dan melindungi atasannya. Akhirnya masuk penjara.

Baca: Penggerebekan Pabrik Narkoba di Denpasar Berawal dari Penangkapan Krisna Andika

Hal ini diantisipasi pemerintah dengan mengeluarkan peraturan, kalau pun anak buah yang melakukan, asalkan tercatat resmi sebagai anak buahnya, maka atasan dapat terkena hukuman pula terutama terkait pidana berat seperti pembunuhan atau penipuan besar.

Masalahnya, apakah akan muncul kesaksian dari anak buahnya yang masuk penjara bahwa dia disuruh bosnya?

Umumnya tak akan diucapkan karena pasti bawahan yakuza akan dibunuh di dalam penjara oleh anggota yakuza lain atau ke luar penjara pun pasti sudah diincar target pertama untuk pembunuhan karena dianggap pengkhianat (uragirimono).

Menarik sekali pembicaraan mengenai jiwa kesatria yakuza yang berusaha dibentuk saat ini dan Sugawara pun akan membeberkan hal itu dalam seminarnya di Jakarta.

Informasi mengenai yakuza bisa mengikuti seminar yakuza April mendatang di Jakarta dapat mendaftar ke: yakuzaindonesia@ymail.com (Subject: Seminar Yakuza) dengan pembicara salah satu mantan bos Yamaguchigumi.

Info lengkap yakuza dapat dilihat di www.yakuza.in.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas