'Manufaktur Mata-mata', Bentuk Kampanye Iran Lawan Infiltrasi
Dua ilmuwan itu malah mendapat stigma buruk dan dianggap sebagai 'mata-mata' sekaligus 'ancaman' bagi keamanan nasional Iran.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Pasukan keamanan Iran telah menangkap Akademisi Meimanat Hosseini-Chavoshi dalam sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak.
Peristiwa itu berlangsung sekitar dua pekan lalu, saat ia hendak meninggalkan Iran.
Chavoshi merupakan seorang peneliti populasi yang sangat dihormati di Universitas Melbourne, Australia.
Tidak hanya itu, pasukan Iran juga memanggil rekan Chavoshi, Mohammad Jalal Abbasi-Shavazi yang menjabat sebagai profesor demografi di Universitas Teheran sekaligus Direktur Institut Riset Kependudukan Nasional Iran untuk diinterogasi.
Baca: Kabar Persib Bandung: Kepastian Ghozali Bertahan hingga Kans Bergabungnya Pemain Asal Purwakarta
Sementara itu kantor berita pemerintah Iran IRNA, melaporkan bahwa Chavoshi dan Shavazi yang sebelumnya telah melakukan penelitian tentang pertumbuhan penduduk dan kesuburan di Iran, dituduh melakukan 'spionase' dan intrusi 'di bidang kontrol penduduk'.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Senin (17/12/2018), media di Iran juga melaporkan, para ilmuwan itu diduga menghasilkan data statistik palsu tentang tingkat kesuburan di negara tersebut.
Data tersebut diduga merupakan bentuk upaya untuk mengaburkan fakta bahwa negara tersebut tengah menghadapi 'krisis populasi'.
Kontrol populasi selama ini memamg telah menjadi isu sensitif di Iran sejak Pemimpin Tertinggi negara itu, Ayatollah Ali Khamenei menyerukan peningkatan populasi dalam pidato pentingnya pada 2012 lalu.
Dalam pidato tersebut, ia menganggap kebijakan pengendalian kelahiran yang ditetapkan selama satu dekade dan disponsori negara sebagai suatu 'kesalahan'.
Baca: Masuk Daftar Orang Paling Kuat di Dunia Versi Forbes, Peringkat Jokowi Berada di Atas Presiden FIFA
Di bawah kepemimpinannya, negara bagian kini mendorong rakyat Iran untuk memiliki anak sebanyak mungkin.
Hal itu dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan populasi negara dari sekitar 81 juta menjadi 150 hingga 200 juta jiwa dalam waktu dekat.
Buku yang ditulis bersama oleh Shavazi dan Chavoshi tentang tantangan demografi negara yang berjudul 'The Fertility Transition in Iran', sebelumnya telah memenangkan penghargaan International Book of the Year yang diberikan oleh Kementerian Kebudayaan dan Panduan Islam pada 2010 silam.
Namun, kedua ilmuwan tersebut mengalami 'kemunduran' prestasi secara tiba-tiba pada tahun-tahun berikutnya.
Hal itu tampaknya disebabkan perbedaan antara rekomendasi kebijakan mereka mengenai manajemen kesuburan dan keputusan resmi untuk menggandakan populasi Iran.
Setelah dinobatkan sebagai 'ahli yang terhormat', keduanya kini malah mendapat stigma buruk dan dianggap sebagai 'mata-mata' sekaligus 'ancaman' bagi keamanan nasional Iran oleh negara itu sendiri.
Tudingan tersebut 'disematkan' kepada mereka hanya karena temuan dan pendapat ilmiah yang dinilai tidak sejalan dengan rencana kebijakan pemerintah.