Kontroversi Film Joker yang Mengancam Keamanan di Amerika Serikat, Tingkat Kejahatan Meningkat
Tujuh tahun yang lalu, seorang pria melepaskan tembakan saat pemutaran sekuel film Batman, The Dark Knight Rises di kota Aurora, negara bagian Colorad
Editor: Hasanudin Aco
Film Joker mengisahkan tentang Arthur Fleck, seorang komedian yang mengalami gangguan mental yang akhirnya melakukan tindakan kriminal.
Menurut ulasan pers pertama, film ini dibumbui dengan adegan kekerasan realistis.
Beberapa kritikus film di AS menuduh sang sutradara film, Todd Phillips terlalu mengagungkan narasi Fleck.
Richard Lawson, dari majalah Vanity Fair, menulis bahwa film tersebut "mungkin merupakan propaganda yang tidak bertanggung jawab untuk orang-orang yang memang patologis".
"Apa film Joker ini untuk memuji-muji atau menakut-nakuti seseorang? Atau, tidak ada bedanya sama sekali?" tanya Lawson.
Sutradara Todd Phillips maupun aktor Joaquin Phoenix yang bermain sebagai pemeran utama dalam film ini tidak sepakat dengan beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Joker mengagungkan kekerasan.
Ia mengatakan "terkejut" dengan kontroversi yang beredar.
"Film ini mengangkat soal kurangnya rasa cinta, trauma masa kecil dan kasih sayang di dunia. Saya pikir orang-orang bisa menangkap pesan itu," tutur Phillips dalam wawancara promo film pekan lalu.
"Bagi saya, seni memang seharusnya rumit. Jika Anda ingin seni yang tidak rumit, Anda mungkin cocok belajar kaligrafi."
Wawancara dengan Phoenix
Dalam wawancara terpisah yang diterbitkan oleh situs berita hiburan The Wrap, Phillips menyalahkan "pihak sayap kiri" atas kontroversi yang beredar.
"Yang luar biasa bagi saya dalam wacana tentang film ini adalah, betapa mudahnya sayap kiri bisa terdengar seperti sayap kanan ketika itu sesuai dengan agenda mereka. Ini benar-benar membuka mata saya."
Terkait dengan beberapa pertanyaan soal filmnya yang mempromosikan kekerasan, Phoenix membela film tersebut.