Pemuda Ini Mengaku Menyesal ke Suriah, Tertipu Propaganda ISIS di Media Sosial
Kekecewaan menyeruak di hati pemuda berusia 20 tahun itu karena gambaran Raqqa tidak seperti yang diperlihatkan ISIS melalui video propaganda
Editor: Sanusi
Ia juga sempat ditawan kelompok Jabhat Al Nusra, salah satu sayap Al-Qaeda di Suriah.
Singkat cerita, Febri akhirnya bertemu ibu dan kakaknya di Raqqa.
Dia bersyukur keduanya dalam keadaan sehat. Mereka kaget kenapa dirinya malah datang untuk bergabung dengan ISIS karena mereka justru ingin pulang.
Keduanya mengaku kehidupan di wilayah kekuasaan ISIS tidak sesuai yang dijanjikan.
"Satu tahun lebih hidup di sini (Raqqa.red) tidak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh ISIS, malah kita (ibu dan kakak saya) mendapat intimidasi, diancam, dan segala macam. Mereka menjelaskan semua keburukan-keburukan yang ISIS lakukan," kata Febri.
Karena memang bukan oleh dorongan ideologi, Febri pun sepakat untuk pulang ke Indonesia bersama ibu dan kakaknya.
Sejak tiba di Suriah, Febri juga menolak ikut pendidikan agama dan pelatihan militer ISIS.
Galau, Dorong Banyak Orang Bergabung dengan ISIS
Menurut Ketua Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah, banyak orang-orang yang bergabung ke ISIS adalah mereka yang mengalami kegalauan karena terbelit persoalan, termasuk Febri yang galau karena orang tuanya bercerai.
Selain itu, lanjutnya, orang-orang bergabung dengan ISIS atau gerakan teror lainnya adalah orang-orang yang tadinya tidak taat beragama.
Kemudian muncul semangat belajar agama yang sangat tinggi tapi belajar di ustad yang salah.
Lingkungan sosial juga mempengaruhi orang untuk bergabung dengan ISIS.
Dalam kasus Febri, kakak iparnya sangat berpengaruh untuk mengajak keluarga Febri bergabung dengan ISIS di Suriah.
"Kakak iparnya yang bernama Hidayat sangat berpengaruh ternyata dalam keluarga besar itu (keluarga Febri). Saya ketahui kemudian beliaulah yang menarik seluruh keluarga masuk ke dalam kelompok ini," ujar Syauqillah.