Alami Gejala Langka, Hasil Tes Pasien Positif Covid-19 di New York Membingungkan Para Dokter
Pasien virus corona positif di New York, Amerika Serikat mengalami gejala langka yang membuat para dokter yang menangani menjadi bingung.
Penulis: Inza Maliana
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Para dokter di New York, Amerika Serikat telah melaporkan serangkaian gejala langka pada pasien virus corona.
Menurut para dokter, kasus gejala pada pasien tersebut sangat membingungkan.
Sehingga tim medis tidak dapat mengkonfirmasi pasien tersebut memiliki Covid-19, sampai sebelum ia keluar dari rumah sakit.
Dikutip Tribunnews dari SCMP, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet pada Senin (18/5/2020), para dokter mengatakan pemindaian paru-paru pasien menunjukkan invasi jamur.
Tetapi tes menunjukkan tidak ada tanda-tanda virus corona di saluran pernapasan bagian atas.
"Untuk penyakit yang tidak diketahui hanya lima bulan yang lalu."
"Mungkin terlalu dini bagi dokter untuk memastikan manifestasi mana yang khas," ujar Timothy Harkin dari divisi paru Rumah Sakit Mount Sinai ini.
Baca: Antivirus Corona Made In Indonesia Siap Diproduksi
Diketahui, pasien adalah seorang ahli anestesi pria berusia 34 tahun dengan kesehatan yang baik.
Dia awalnya dinyatakan positif influenza A dan gejala-gejalanya hilang setelah perawatan rutin.
Setelah lebih dari 10 hari istirahat, pasien kembali bekerja di pusat medis di kota.
Tetapi saat kembali bekerja, sore harinya ia tiba-tiba jatuh sakit dan dirawat di unit gawat darurat di Rumah Sakit Mount Sinai.
Gejala-gejalanya termasuk demam, kedinginan dan sesak napas.
Pasien juga mengembangkan badai sitokin, kondisi yang mengancam jiwa di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat.
Harkin mengatakan, sampel hidung dari pasien kembali negatif untuk Covid-19.
Baca: Kasus Positif Covid-19 Baru di New York Mayoritas Warga yang Tinggal di Rumah, Gubernur Syok
Gejala-gejala pasien dengan cepat membaik setelah dia diberi beberapa antibiotik dan perawatan standar lain untuk infeksi paru-paru.
Tetapi pada hari kelima kondisi pasien memburuk lagi.
"Obat diberikan, tanpa perbaikan klinis," katanya dalam sebuah surat kabar, yang dikutip Tribunnews dari Sky News.
"(Peradangan) itu tidak khas dari temuan CT scan yang dilaporkan sebelumnya untuk Covid-19," tambahnya.
Namun, tim mencurigai bahwa pasien tersebut mungkin menderita Covid-19.
Pasien pun dites untuk virus corona lagi pada hari ketujuh.
Namun, tes-tes ini juga memberikan hasil negatif.
Baca: Di New York, 66% Pasien Rawat Inap Ternyata Orang yang Tak Pernah Keluar Rumah
Akhirnya, tim medis memutuskan untuk mendapatkan sampel menggunakan metode yang dikenal sebagai bronchoalveolar lavage (BAL).
BAL melibatkan memasukkan tabung ke paru-paru pasien untuk mengekstraksi cairan dan jaringan.
Menurutnya, tes tersebut mahal, memakan waktu, tidak nyaman, dan tidak banyak digunakan di Amerika Serika.
Bahkan, American Association for Bronchology dan Intervensional Pulmonology menentang penggunaannya dalam pengujian Covid-19 dalam semua kasus kecuali ekstrim.
Rupanya, tes BAL pasien itu pun menunjukan hasil positif.
Pada saat pasien mengetahui bahwa dia menderita Covid-19, dia sudah menghabiskan sembilan hari di rumah sakit.
Dia masih sakit, tetapi kondisinya sudah stabil.
"Melalui panggilan telepon lanjutan, pasien melaporkan bahwa batuk dan mialgia-nya perlahan-lahan sembuh."
"Dia oun tidak demam lebih tinggi dari 37,8 derajat Celcius," tulis para peneliti.
Oleh karena itu, para dokter dikejutkan oleh beberapa presentasi yang tidak biasa dalam gejala pasien.
Di antaranya, pasien mengembangkan badai sitokin dalam beberapa jam setelah serangan penyakit, sesuatu yang jarang terjadi begitu cepat.
Para dokter juga bingung dengan tidak adanya virus dalam sampel pernapasan atas bahkan pada puncak infeksi.
Kasus ini pun jelas menambah misteri tentang Covid-19.
(Tribunnews.com/Maliana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.