Donald Trump Dikecam karena Ingin Rapat di Lokasi Pembantaian Orang Afrika-Amerika di Era 1921
Keputusan Presiden AS, Donald Trump akan rapat di Tulsa, lokasi bersejarah buruk bagi komunitas Afrika-Amerika menimbulkan kontroversi.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Miftah
Lokasi tepatnya berada di Distrik Greenwood yang dikenal sebagai Black Wall Street.
Diperkirakan 300 orang tewas serta rumah dan bisnis hancur.
Ketua Partai Demokrat Oklahoma, Alicia Andrews menilai Trump menunjukkan sikap yang rasis.
"(Trump) mengacungkan hidung pada masalah ketidakadilan rasial yang sebenarnya."
"Ada kata-kata pria, dan kemudian ada tindakannya," katanya.
"Dia datang ke sini pada tanggal itu, tanpa membuat jangkauan ke komunitas, dan mengatakan itu untuk persatuan, itu adalah tamparan di wajah," ujar Andrews.
Baca: Trump Akan Mulai Kampanye di 4 Negara Bagian di Tengah Pandemi Covid-19
Baca: Semprot Gas Air Mata ke Demonstran George Floyd agar Trump Bisa ke Jalan, Gedung Putih Tak Menyesal
Seorang anggota Kongres Kaukus Hitam menilai rapat Trump di Tusla adalah rasisme yang terbuka.
Menurutnya waktu dan tempat kampanye Trump sengaja direncanakan demikian oleh tim sukses presiden petahana itu.
Bisa jadi rencana ini dimaksudkan agar Trump bisa menggembar-gemborkan keberhasilannya bagi komunitas Afrika-Amerika.
Trump menghadapi kritik yang meningkat, termasuk dari Partai Republik atas responsnya terhadap gerakan Black Lives Matter.
Setelah kematian Floyd dan kemarahan yang memuncak padanya, Trump jadi irit bicara perihak ketidaksetaraan rasial.
Sebaliknya dia kini fokus pada pemulihan hukum dan ketertiban dan mengecam para penjarah di tengah protes.
Anggota pemerintahan Trump, termasuk Ketua Kepala Staf Gabungan Mark Milley turut tidak setuju dengan cara aparat membereskan para demonstran agar Trump bisa berjalan ke gereja.
Diketahui saat itu aparat melakukan berbagai tindakan represif seperti gas air mata hingga kekerasan lainnya demi membuka jalan untuk presiden.